Kalurahan Putat

ANNABELLA MAULIA ANGGARA (2)

“Ve, suaramu menggelegar banget sih!” sungut Anna. Sungguh dia malu dengan kelakuan sahabatnya yang satu ini. Rasanya Anna ingin menenggelamkan dirinya ke dasar kolam yang ada di belakang gedung fakultas karena saking malunya. Bagaimana tidak malu bila teriakan Vera mengundang perhatian mahasiswa yang lalu-lalang.

”Lo sih, main tinggal aja. Jadi gimana nih, hari ini kita mau ke mana?” Vera langsung menyergap Anna. Ia merangkul pundak sahabatnya dan kembali mengajak Anna melangkah keluar dari gedung itu.

Anna menggelengkan kepalanya sebagai respon dari pertanyaan Vera. “Nggak ke mana-mana. Jam satu nanti aku harus sampai rumah, ada tamunya mama mau datang ke rumah,” gadis itu menangkupkan kedua telapak tangannya dan menggerakkan bibirnya tanpa suara menyebut kata ‘s-o-r-r-y’ dengan mimic memelas.

“Oh ayolah Anna ... ngapain lo ngurusin nenek sihir itu. Dia cuma jadiin elo babunya. Lo nggak lupa perlakuan dia ke elo kan?” gerutu Vera dengan wajah merah padam. Ia tak suka sikap Anna yang satu ini. Lebihnya kurang setuju. Di mata Vera, ibu tiri Anna itu jahat dan ia tak suka perlakuan wanita itu pada Anna.

“Bagaimanapun juga dia tetap mamaku, Ve.” jawab Anna sambil tersenyum kecil. Senyum sehalus sutra dengan binar mata indah menciptakan eksprsi paling tulus yang pernah Vera lihat.

“Anna, lo tuh kek malaikat jatuh trus kesasar di neraka. Bahkan setelah diperlakuin si nenek sihir kek gitu tapi lo masih bisa nganggep dia keluarga.” kata Vera takjub. Anna itu ada di antara polos dan lugu. Sering kali Vera khawatir Anna akan dimanfaatkan orang yang tak bertanggung jawab. Vera memeluk Anna dan menepuk punggung sahabatnya karena terharu bercampur kasihan.

Bersambung