INSPIRATIF "BUMDes AMARTA KELOLA SAMPAH JADI PUNDI PUNDI RUPIAH"

Jk.Bl4ncir 05 April 2017 14:05:58 WIB

PANDOWOHARJO, TRIBUN - Sampah sudah menjadi momok yang menakutkan di sebagian besar wilayah Indonesia.

Tingginya kuantitas sampah setiap harinya terutama sampah rumah tangga membuat pemerintah kewalahan.

Atas dasar tersebut, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Amarta, Desa Pandowoharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman turut serta konsen dan fokus dalam pengelolaan permasalahan sampah tersebut.

Meski baru berdiri enam bulan lalu tepatnya 6 Juni 2016, dari segi administratif BUMDes Amarta sudah rapi dan terstruktur.

"Sampah dulu dikelola kelompok swadaya. Pemdes (Pemerintah Desa) memandang bahwa permasalahan sampah harus diselesaikan. Atas arahan Kades dan BPD, pengelolaan sampah dibentuk karena kebutuhan bahwa oengelolaan sampah di desa belum ada yang menyentuh kecuali kelompok swadaya.Sedangkan kita mempunyai aset pengelolaan sampah di tanah kas desa," jelas Agus Setyanta, Direktur BUMDes Amarta saat ditemui Tribun Jogja di Kantor BUMDes Amarta, Selasa (27/12/2016).

Agus yang juga merupakan Ketua Ketua Forum Komunikasi BUMDes Kabaupaten Sleman menjelaskan dengan dana anggaran dari desa sebesar 50 juta, fasilitas pengelolaan yang sudah ada di tanah kas desa bisa diperbaiki dengan baik.

Ini menunjukan bahwa desa hadir membantu menyelesaikan sampah, membantu pemerintah tingkat kabupaten terkait penanganan desa, juga menggali potensi ekonomi baru baik profit maupun benefit.

Setidaknya, sampai saat ini tiga orang telah terserap menjadi karyawan pengelolaan sampah.

Empat orang menjadi mitra dan juga bekerja sama dengan rumah makan Jejamuran dan industri sarung tangan untuk dikelola sampahnya.

"Mitra ditarik retribusi 31 ribu per meter kibik sedangkan jejamuran karena industri sekitar 51 ribu dan pabrik sarung tangan 60 ribu," jelasnya

Empat mitra yang bertugas mengambil sampah di masyarakat tersebut klaim Agus mendapat keuntungan bulanan cukup tinggi sekitar satu sampai satu setengah juta dari uang kebersihan yang diiurkan masyarakat.

Selanjutnya, sampah yang telah terkumpul tersebut kemudian dipisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik.

Sampah organik dibuat menjadi pupuk alami sedangkan sampah anorganik akan disetor kepada pengepul.

Harga jualnya satu Kg sampah anorganik bernilai Rp 3000, sedangkan pupuk organik dijual ke masyarakat dengan harga Rp 1000 per Kg.

"Nilai ekonomisnya baik organik maupun anorganik sama-sama tinggi. Sampah akan menjadi masalah jika tidak diperlakukan dengan sesuai. Selain itu kita rajin sosialisasi kemasyarakat agar sampah organik dan anorganik untuk tidak dicampur," tambahnya

Untuk pupuk organik sendiri, rumah makan Jejamuran juga menyediakan bekas media tanam jamur seperti merang sebagai bahan campuran pupuk organik.

Dalam pelaksanaanya, BUMDes Amarta juga mendapat pendampingan dari Fakultas Pertanian UPN dan operasional oleh Institut Resedarch and Empowerment (IRE).

"Pendapatan kita dari iuran sampah, kedua hasil penjualan sampah anorganik dan pupuk,dan juga sampah layak pakan ternak," ujarnya.

Selama enam bulan ini, melalui pengelolaan sampah BUMDes sendiri mendapat keuntungan bersih sekitar Rp 1 juta perbulan dengan total telah mengelola 1000 ton sampah.

Targetnya dalam enam bulan yaitu keuntungan Rp 7 sampai 8 juta akan tercapai.TRIBUN JOGJA

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT