Voli Gila, Panitia Pe’a

*Cerita ini hanya fiksi belaka, bila ada kesamaan nama atau alur kejadian bukanlah kesengajaan.*

“Nggak ada yang punya ide kreatif apa sih ini? Ide kok itu-itu aja, kalo nggak lomba makan kerupuk ya lari kelereng!” Leo menggebrak meja. Sungguh memusingkan sekali rapat kali ini, acara tujuh belasan akan segera tiba tapi konsep untuk lombanya saja belum jadi.

“Mmm, Ketua … gimana kalo lomba cabut koin? Kita bisa kasih oli tuh di kulit melon yang buat nancepin koinnya. Pasti lucu banget tuh mulut mereka belepotan oli.” Rina yang menjabat sekretaris panitia lomba unjuk bicara. Sepertinya akan menarik sekali bila lomba ini terealisasi.

“Ini buat lomba bapak-bapak, lu kira lucu dikasih lomba anak-anak?” Leo mengurut pangkal hidungnya, lelah dengan drama rapat yang berisi orang-orang tak punya punya kreativitas ini.

“Ka-kalo gitu balap karung? Atau panjat petung juga bisa, kita bisa gantung rice cooker, dispenser, kipas angin, sama barang-barang lainnya sebagai hadiahnya biar mereka semangat.” Kali ini Andre yang angkat bicara. Hm, memang cocok untuk lomba bapak-bapak.

“Lu mau lomba apa pindahan, anjir? Isinya perabot semua gitu.” Rina mendelik, sepertinya agak kesal karena usulannya ditolak mentah-mentah makanya melampiaskan ke Andre selagi ada kesempatan. Benar-benar pelampiasan.

“Kan kita bisa ganti pake kambing atau sapi,” ujar Andre sambil mengerucutkan bibirnya.

“Eh anying, lu kira gimana ngiketnya tuh sapi sama kambing di tiang setinggi itu?” Dendam kesumat salah sasaran sekali Rina ini, sagat keras melawan Andre berdebat padahal dia kesal dengan Leo.

“Ya mikir lah, gubluk. Lu kira kagak lari tuh kambing kalo beneran lu iket di atas tiang? Kan kita bisa pake tulisan aja, anjir. Pake boneka maskot dulu juga oke.” Counter Andre juga tak kalah tajam. Tom and Jerry versi orang ini mah, tiap kali ketemu pasti begini. Main kruwes aja tiap tatap muka.

Brak!

“Anying!”

“Bangsat!”

Baik Rina maupun Andre sama-sama terkejut karena gebrakan meja tiba-tiba. Dengan gerakan patah-patah mereka menoleh ke arah sumber suara, ada Leo yang menatap berang.

“Lu semua bisa diem nggak? Lu kira bapak-bapak yang usianya hampir lima puluh bakalan aman pinggangnya kalo manjat bertumpuk kek gitu? Belum lagi budget doorprize kambing sama sapi itu bakalan berapa puluh juta?” Benar, memang lomba ini ditujukan untuk bapak-bapak yang menginjak usia hampir kepala lima untuk membangkitkan semangat juang mereka kembali. Yang tua juga harus semangat dong.

“Bakalan encok sih, Bang.” Nyengir kuda, Andre garuk-garuk kepala karena melupakan aspek satu ini. Salahnya, dia terlalu fokus unjuk gigi ingin mengalahkan Rina.

Perdebatan yang membagongkan itu berlarut cukup lama, Leo harus melayani ide-ide absurd anggota panitianya yang malah berdebat sendiri, cakar-cakaran seperti kucing rebutan bini.

Setelah beberapa kali rapat akhirnya ide lomba pun didapatkan dan dilaksanakan. Saat ini sedang diadakan pertandingan voli buta—kalau kata penulisnya—di mana jaring net diganti menggunakan terpal sehingga pergerakan lawan tak kelihatan di seberang sana. Benar-benar buta sehingga para pemain harus menebak ke mana bola melambung.

Bersambung