CERPEN
Lian 19 September 2025 10:46:34 WIB
Turnamen Horor
*Cerita ini hanya fiksi belaka, bila ada kesamaan nama atau alur kejadian bukanlah kesengajaan.*
Warning. Tidak untuk ditiru, ambil saja hikmahnya.
Lagi-lagi ini mengenai voli. Setiap tahunnya desaku selalu mengadakan turnamen voli di mana itu diperuntukkan bagi dusun-dusun dalam wilayah administrasi desa kami. Turnamen antar dusun ini dalam rangka menyambut peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia.
Aku ingat betul saat itu tahun 2018 sebelum pandemi menyerang Indonesia karena setelah kejadian ini turnamen tiap tahun tersebut tidak diadakan lagi.
Pertandingan final dalam sebuah turnamen adalah hal yang ditunggu, banyak upaya dan kerja keras dilakukan oleh panitia maupun tim yang berhasil menuju babak final. Kalian tahu, bahkan kesempatan ini juga dijadikan taruhan oleh para warga? Karena alasan inilah mereka tak ingin tim yang mereka dukung sampai kalah sehingga jalur gaib pun ditempuh.
Pukul delapan malam para panitia berkumpul untuk briefing dan berdoa agar acara berjalan lancar. Siapa yang akan menyangka bahwa turnamen tersebut akan berakhir dengan adu kemenyan?
Memasuki pertengahan babak pertama suasana sudah tak kondusif. Awalnya formasi pemain kedua tim sama sekali tidak ada masalah, hanya saja tiba-tiba ada salah satu pemain yang tiba-tiba meninggalkan pertandingan.
Sebagai salah satu panitia penyelenggara aku mengejar pemain tersebut karena khawatir dengan keadaannya. Aku menyusulnya dan berhenti di dekat pemain tersebut saat ia bertumpu pada batang pohon kakao. Keadaan gelap membuat wajah merah nyaris menghitam, matanya yang tersorot lampu terlihat merah, belum lagi keringat sebesar biji jagung terus menetes dari dahinya.
“Mas nggak pa-pa?” tanyaku khawatir melihat kondisi pemain tersebut, dia muntah-muntah.
Lelaki itu hanya menggeleng, enggak mengeluarkan bahkan sepatah kata saja. Sepertinya dia ketakutan, terlihat kegundahan dari tatapan matanya.
Tak lama kemudian aku mendengar keributan dari arah lapangan. Aku menoleh, di sana terlihat teman satu tim orang yang aku kejar tadi sedang digotong menuju ke sekretariat. Apa lagi ini?
Aku menoleh kembali ke arah orang yang aku kejar tadi. Merasa orang itu sudah lebih baik akhirnya aku memutuskan membantu teman-temanku yang sedang menenangkan para penonton dan mengkoordinasi pemain yang tersisa untuk melanjutkan pertandingan. Pertandingan berjalan ala kadarnya, aku bahkan sudah tak bisa konsentrasi lagi ke pertandingan. Fokusku tersita pada pemain yang tadi digotong, ternyata dia kesurupan.
“Lungo kabeh!” teriak pemain yang kesurupan itu dengan suara yang terdengar dalam seperti sedang berada di kejauhan. Tiga orang memeganginya agar ia berhenti mengamuk, nyatanya tenaga mereka kalah jauh. Ia meraung, tangannya bergerak berusaha membebaskan diri, dan kakinya menendang udara berulang kali.
Aku yang menyaksikan pemandangan itu meringis. Hanya menatap saja aku lelah, apalagi membantu memegangi pemain yang kesurupan tersebut.
Bersambung
Formulir Penulisan Komentar
Pencarian
Komentar Terkini
Statistik Kunjungan
Hari ini | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
Kemarin | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
Pengunjung | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |