CERBUNG - MELINTASI JALUR BENANG MERAH

Lian 29 Maret 2024 05:26:39 WIB

BAB IX (2)

 

“Itu karena Rei mengatakan istrimu akan mati.” Jawaban yang diberikan Sarah membuat pasangan Aldi dan Santi tersentak, kegusaran terlihat di wajah Aldi yang jauh lebih dewasa dari terakhir yang Sarah ingat.

“Jangan menyumpahi, Mbak. Tahu apa anak kemarin sore mengenai nasib orang?!” Aldi kalap setelah mendengar ucapan Sarah. Dia tak tahu atas dasar apa kakaknya mengatakan hal mengerikan seperti itu.

“Mbak sedang tidak bercanda, Aldi. Kamu pikir dari mana Mbak tahu tempat tinggal kamu sekarang? Itu karena Rei menerawang kalau kamu berkeliaran di sekitar kampus UIN!” Benar, Rei memang mengatakan kalau Aldi sempat masuk gang di depan kampus UIN Sunan Kalijaga. Bermodal informasi terbatas itu, Sarah datang ke Yogyakarta dan bertanya di mana rumah Aldi Handoko.

“Sejak kapan Rei bisa menerawang? Dan herannya, kenapa Mbak begitu percaya dengan Rei?” Sebenarnya Aldi agak sangsi dengan keadaan janggal yang diceritakan Sarah. Aneh bukan, tiba-tiba orang yang tiga tahun tak pernah bertukar kabar bertamu ke rumah yang belum pernah kakaknya tahu.

“Bukannya kamu sendiri juga tahu kalau Rei itu istimewa? Harusnya dengan Mbak bisa menemukan keberadaan kamu itu sudah membuktikan bahwa apa yang dikatakan keponakan kamu ini benar!” Entah kenapa Sarah jadi ikut panas, sama halnya dengan Aldi. Keduanya memang memiliki kesabaran yang tipis, persamaan yang selalu membuat mereka berakhir dalam pertengkaran.

“Mau Rei bantu menyingkirkan mereka?” Mata remaja itu menatap Santi, tapi objek yang ditatapnya merasa aneh karena remaja itu memiliki tatapan yang lebih dalam, seperti menatap menembus, melewati Santi.

Rei menatap apa yang ada di belakang Santi, satu sosok putih dijerat, dikelilingi puluhan sosok hitam. Orang lain di ruangan itu tak dapat melihat sosok tersebut, hanya Rei yang menyadari keberadaan mereka karena dia istimewa.

“Jangan menatapnya seperti itu, dia istri Om!” Aldi spontan berdiri dari duduknya, geram dengan Rei yang menatap Santi penuh minat. Benar-benar tindakan yang memalukan bagi pria dewasa untuk cemburu pada ponakannya sendiri, terlebih yang dicemburui masih siswa SMP.

“Maaf, Mbak nggak tahan untuk menahan tawa. Bagaimana bisa kamu cemburu dengan bocah? Bahkan Rei belum mencapai lima belas tahun.” Suasana tegang karena pertengkaran dengan adiknya mencair, Sarah tertawa terpingkal-pingkal mendapati Aldi cemburu dan kesal karena putranya, keponakan Aldi.

Rei tak menghiraukan kemarahan paman atau tawa ibunya, ia hanya fokus pada sosok yang ada di belakang Santi. Sosok itu terlihat ciut dan layu, kewalahan menghadapi puluhan sosok hitam yang tinggi dan besar. Rei menunggu jawaban dari sosok putih tersebut, namun dalam pandangan orang awam, Rei sedang menatap Santi.

Merasa diperhatikan, Santi mulai gelisah. Ia tak nyaman dalam duduknya saat Rei menatap lurus pada matanya.

“Masuk dan katakan permintaanmu bila kamu ingin aku bantu.” Tiba-tiba Rei berucap, entah ia rujukan pada siapa. Pertanya-pertanyaan tumbuh di pikiran Aldi dan Santi, apa maksud remaja ini? Namun, pertanyaan itu tak sempat terucap saat tiba-tiba gelagat Santi berubah.

Santi yang basanya dewasa dan mandiri tiba-tiba bergelayut di lengan Aldi yang duduk di sebelahnya. Aldi yang tak biasa mendapat perlakuan seperti itu tentu saja tersentak. Ia menatap Santi tersenyum polos dengan mata berbinar padanya.

“Mas, Santi pengen nasi uduk, kelapa muda sama selimut putih.” Santi masih tersenyum pada Aldi, bertingkah kekanakan seperti balita yang manja dengan memainkan tangannya sendiri.

“Kamu ‘kan nggak suka nasi uduk.” Aldi heran dengan permintaan-permintaan Santi yang tidak biasa. Ini pertama kalinya Santi meminta sesuatu padanya, dan itu hal yang aneh untuk dicari.

“Om, lebih baik carikan saja apa kemauan tante. Rei jamin itu tak akan rugi untuk dicoba.” Apa yang dikatakan Rei memang benar, tapi terasa misterius bagi Aldi.

Meski bimbang, Aldi mencari apa yang menjadi permintaan Santi. Ia telah mendapatkan nasi uduk dan kelapa muda dengan mudah, namun ia tak mendapat benda terakhir.

 

 

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

SURVEY KEPUASAN PENGUNJUNG