CERBUNG - MELINTASI JALUR BENANG MERAH

Lian 21 Maret 2024 10:33:00 WIB

BAB VIII (2)

 

“Tidak … jangan!!” Santi berteriak dalam tidurnya. Tangannya ia gerakkan untuk menghalau serangan yang tak kasat mata, meringkuk seperti posisi bila orang dihajar rame-rame.

Aldi yang masih dalam keadaan setengah sadar karena terkejut oleh bayangan hitam tadi mulai memusatkan perhatiannya pada Santi yang berbaring di sebelahnya, istrinya mengigau lagi. Segera Aldi membangunkan Santi dengan mengguncang tubuh istrinya dan sesekali menepuk pipi wanita itu. Aldi tak henti-hentinya memanggil nama Santi agar istrinya itu terbangun.

“Ada apa, Nak Aldi?” Iwan, bapak mertua Aldi memasuki kamar dengan panik setelah mendengar Aldi memanggil-manggil Santi dengan suara keras. Napas yang tersengal adalah bukti bahwa Iwan berlari terburu-buru dari kamar anak dan menantunya.

“Ini Pak, Santi mengigau dan terus menangis. Aldi sudah berusaha membangunkannya dari tadi, tapi tidak mau bangun juga.” Aldi masih berusaha mengguncang tubuh Santi walau ia sedang bicara dengan mertuanya.

“Nduk … bangun Nduk! Bangu!” Iwan mengguncang tubuh Santi lebih keras agar putrinya itu bangun. Berulang kali Iwan memanggil namanya hingga Santi membuka mata.

“Bapak … kenapa di sini? Mas?” Santi terkejut mendapati ayah dan suaminya menatapnya terkejut. Banyak pertanyaan di benaknya, namun dia lebih terusik dengan rasa basah di tubuh bagian bawahnya.

Santi menyibak selimut yang menutupi kaki sampai pinggangnya. Terkejut mendapati warna merah yang mewarnai seprai biru muda di tempat tidur yang sedang ia duduki. Bau anyir mencemari udara dan rasa lengket yang mengalir di sela kakinya. Santi memegang perutnya yang terasa seperti remuk di bagian dalamnya. Darah yang tak berhenti merembes membuat pemandangan semakin mengerikan, ditambah jeritan Santi yang memilukan karena rasa sakit tak tertahankan.

Santi seperti orang linglung setelah pagi tiba. Kehilangan banyak darah membuatnya harus dilarikan ke rumah sakit. Secara misterius, Santi mengalami pendarahan hebat meski itu bukan periode haidnya. Dokter mendiagnosis hal itu disebabkan bakteri sehingga memicu dinding rahim untuk luruh.

Anemia membuat wajah Santi pucat pasi. Dalam semalam pipinya menjadi cekung dan kantung mata tebal. Setiap kali Santi memejamkan mata, yang ia lihat adalah puluhan sosok hitam mengelilinginya dan menusuknya dengan benda-benda tajam.

Mimpi, hal itu memang mimpi yang dialami Santi, tapi itu melebihi hal buruk yang pernah ia alami di dunia nyata. Hal mengerikan di mana luka yang ia dapat dalam mimpi ternyata membekas dan terasa sakit juga di alam nyata. Di mana pun sekarang tidak aman untuk Santi. Otaknya tak dapat ditenangkan. Ia takut, sangat takut.

Tak mudah bagi Santi untuk kembali tenang. Dengan bantuan Aldi dan ayahnya, Santi berusaha kembali waras dan menghadapi realitas. Ia tak mungkin terus tenggelam dalam ketakutan, Santi tak selemah itu.

 

 

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT