CERBUNG - MELINTASI JALUR BENANG MERAH

Lian 21 Maret 2024 10:32:41 WIB

BAB VIII (1)

 

ketika terbatuk tanpa henti. Rongga dadanya seperti terbakar, ulu hatinya seperti dipelintir, kakinya kaku bagai batang kayu yang tak bisa digerakkan. Situasi semakin sulit saat jarum-jarum keluar dari bagian tubuh tertentu.

Aldi menderita melihat Santi menjerit kesakitan. Kesadarannya menjadi transparan, keadaan serupa selalu terulang beberapa hari sekali. Santi bahkan tak memiliki waktu yang cukup untuk mengistirahatkan tubuh dan mentalnya.

Sebelumnya memang banyak kejadian aneh yang terjadi di rumah pasangan Aldi dan Santi, terkadang bau kemenyan melintas, kelopak bunga tabur tiba-tiba ada di depan pintu, bahkan Santi lebih sering lagi bermimpi buruk. Kejanggalan-kejanggalan itu sudah dimulai sebelum mereka berumah tangga.

“Sebenarnya siapa yang tega membuatmu seperti ini? Awalnya aku mengira kamu sakit biasa karena sering mimisan dan batuk darah, tapi diperiksa dokter ternyata tak ada penyakit apa pun di tubuhmu. X-ray sampai cek darah juga menyatakan kamu sehat, tapi kenapa malah semakin parah?” Aldi, suami Santi menjambak rambutnya kasar. Ia tak tahu lagi harus membawa istrinya berobat ke mana lagi, bahkan dia sudah membawa Santi ke pengobatan alternatif, tapi masih saja tak ada hasil.

“Mas … Mas, aku tak apa.” Suara lemah Santi lebih jujur daripada rangkaian kata yang keluar dari mulutnya. Aldi tahu pasti bahwa istrinya sama sekali tidak dalam kondisi baik. Tubuh Santi terbaring di atas tempat tidur dan mengalami demam tinggi.

“Kamu tidak baik-baik saja, berhenti bersikap sok tegar seperti ini.” Pertama kalinya Aldi menangis, dia goyah melihat Santi kesakitan, hatinya teriris mendengar istrinya meraung tiap sakit di tubuhnya kambuh.

“Setidaknya … setidaknya bukan kamu yang kesakitan. Aku tak mau lagi kehilangan siapa pun.” Seperti itulah yang selalu Santi ucapkan pada Aldi bila suaminya itu mulai frustasi.

Tak ada pilihan untuk Santi, ia hanya bisa mengucapkan itu agar Aldi lebih tenang. Namun benar adanya bila Santi tak ingin kehilangan siapa pun lagi. Sudah cukup ia merasakan kehilangan mendiang-mendiang suaminya. Ia tak ingin memeluk mayat yang dalam semalam berubah menjadi keriput seperti mumi seperti Arya, suami pertamanya. Atau mendapati tubuh hancur terlindas truk seperti Zidan, suami keduanya. Yang lebih parah, ia tak ingin suaminya tiba-tiba mati saat melakukan malam pertama dan berubah jadi hitam kebiruan seperti Haris, suami ketiganya.

Orang mengira suami-suami Santi digunakan sebagai tumbal. Kematian tragis yang dialami suami-suami Santi seakan menuding wanita itu sebagai pemuja setan. Santi berani bersumpah bahwa dia tak pernah bersekutu dengan iblis.

Malam semakin larut dan sunyi. Tengah malam adalah waktu paling enak untuk terlelap, namun Aldi terbangun dan merasa merinding saat hembusan angin membelai tengkuknya. Pintu dan jendela tertutup rapat, lalu dari mana hembusan angin tersebut?

Tak nyaman dengan kesunyian membuat Aldi tegang. Ia kaku di atas tempat tidur, tak berani menoleh ke arah sudut kamar yang ia tempati dengan Santi. Jantungnya menggila saat ada bayangan hitam melintas dengan sangat cepat di depannya. Ia tak memiliki petunjuk mengenai apa yang baru saja melintas, tak ada siapa pun selain dirinya dan Santi yang terbaring di bawah selimut.

 

 

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT