CERBUNG - MELINTASI JALUR BENANG MERAH

Lian 21 Maret 2024 10:32:22 WIB

BAB VII (1)

 

Sudah satu tahun lamanya setelah Aldi meninggalkan semua kekayaannya. Ia telah mengalami waktu yang sulit, kondisi tersulit yang baru pertama ia alami dalam 22 tahun hidupnya. Tak ada harta untuk membeli barang mewah, tak ada suapan untuk memudahkannya mendapat nilai kuliah. Taraf kehidupan Aldi merosot jauh, namun itu pilihan yang diambilnya.

Melewati banyak siang dan malam, Aldi ditempa oleh keadaan. Kehidupannya yang selama ini berkecukupan kini tak berbekas. Aldi meninggalkan kebiasaan minum-minumnya dan fokus pada usahanya memproduksi kaus yang sejak enam bulan lalu ia rintis dengan bantuan Santi dan Hendi. Bisnis yang ia jalankan tidak lepas dari bantuan kedua orang itu. Bahan kaus disuplai dari toko milik Santi dan desain sablon dibuat oleh Hendi yang memang kuliah di jurusan desain grafis. Bisnisnya cukup maju, dalam beberapa bulan saja Aldi bisa menjual produk buatannya sampai ke luar kota dengan bantuan teman-teman kampusnya. Sekarang orang akan mengenal Aldi sebagai pengusaha muda lulusan STIE IEU jurusan manajemen yang bahkan sudah memulai berbisnis saat ia masih di bangku kuliah.

Aldi si pemain wanita kini sudah tak ada lagi, kenakalan pemuda itu tak berbekas, yang ada adalah Aldi calon suami Santi Astuti yang sukses di usia muda. Karisma pemuda itu mulai terbentuk dengan adanya berbagai macam konflik dalam kehidupannya. Aldi menjadi lebih dewasa dan bijak dalam menghadapi tiap kesulitan yang menghadang.

Satu tahun lalu ketika Aldi turun dari kampung halamannya melewati Pegunungan Sewu bagian barat dengan membawa tekad untuk tidak kembali pada orang tuanya, ia harus membuktikan bahwa dia bisa bertahan hidup meski tanpa harta orang tuanya.

Saat itu Aldi kedinginan setelah melaju di bawah guyuran hujan dari Girisubo sampai daerah Papringan, tepatnya di rumah Santi. Santi yang tinggal berdua dengan ayahnya dikejutkan dengan kedatangan tamu tak diundang ketika hujan sedang deras-derasnya. Santi merasa iba melihat pemuda yang menggigil dengan bibir membiru. Ayah Santi yang merupakan ketua RT langsung menghubungi kepala desa agar memperbolehkan Aldi menginap di rumahnya barang semalam karena hujan deras dan angin kencang.

“Nduk, biarkan Aldi tinggal di toko kamu, untuk sementara saja. Tidak mungkin kita membiarkannya tinggal di sini, apa nanti kata orang kalau kalian tinggal satu atap? Bapak cuma tak mau menimbulkan fitnah karena kalian belum menikah.” Iwan, ayah Santi mengusulkan solusi, mencoba berlaku sebijak mungkin karena tidak mungkin ia menutup mata akan keadaan Aldi.

“Tapi … apa Aldi mau?” Santi ragu bila Aldi tak mau. Ia menatap pemuda yang masih menunduk menahan tubuhnya menggigil meski sudah terbalut selimut tebal.

“Aldi nggak apa-apa, Mbak … yang penting ada tempat untuk tidur saat malam. Lagian Aldi nggak sanggup bayar uang kosan karena sudah tak mungkin ada uang kiriman dari orang tua lagi. Nanti siangnya Aldi akan bantu-bantu di toko biar tak terlalu mengganggu.” Aldi mencoba tersenyum dengan bibirnya yang biru. Hipotermia membuatnya benar-benar kewalahan, namun ia masih sempat berpikir membayar kebaikan Santi dengan bekerja tanpa upah karena sudah diberi tempat tinggal.

“Baiklah kalau kamu tak ada masalah dengan itu” Santi membalas senyum Aldi dengan tulus. Lengkung mata sipit Santi selalu membuat Aldi tertawan hingga tak mampu menarik dirinya dalam kubangan asmara yang baru ia rasakan.

 

 

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT