CERBUNG - MELINTASI JALUR BENANG MERAH

Lian 21 Maret 2024 10:32:15 WIB

BAB VI (3)

 

“Mbah! Mbah Kliwon!” Seorang wanita berlari menerobos pintu bilik bambu reyot yang berada di sekitar Parangtritis. Bau asin air laut yang terbawa tiupan angin tercampur dalam udara lembab di tempat itu.

“Ada apa kok ribut-ribut, Nduk? Silakan duduk dulu.” Kakek yang dipanggil Mbah Kliwon menyibak kain yang berfungsi sebagai pengganti daun pintu, menjadi penutup jalan penghubung antar ruangan luar dan dalam.

“Kenapa rencana kita belum juga membuahkan hasil, Mbah? Aku ‘kan sudah minta agar membuat keluarga lelaki yang aku cintai terpikat padaku, tapi mana hasilnya?!” Wanita berperawakan pendek dan kurus itu mengacak rambutnya hingga berantakan. Kekesalan terlihat jelas di wajahnya, rencana yang tadinya tersusun rapi kini memiliki celah di sana sini. Ia tak mengira bahwa targetnya memilih minggat dari rumah, kalau begini rencananya mendapatkan hati orang tuanya juga akan gagal.

“Tenang, Nduk … tenang. Mbah sudah melakukan yang kamu minta … kalau belum ada perkembangan berarti ada sesuatu yang menghalangi pemikat yang Mbah kirim.” Mbah Kliwon berusaha menenangkan klien tetapnya. Tentu saja dia tak ingin kehilangan kepercayaan wanita di depannya karena uang yang ia dapat darinya tidaklah sedikit. Wanita itu berani membayar puluhan bahkan ratusan juta demi memenuhi ambisinya, seperti yang ia lakukan untuk membuat tetangga yang dia anggap telah mencuri perhatian orang-orang menjadi gila.

“Saya nggak mau tau, cepat Mbah bereskan agar aku dapat menikah dengan lelaki itu!” Mata nyalang, menatap angkuh pada Mbah Kliwon. Si wanita tak peduli apa pun asal rencananya sukses. Dosa tidak lagi ia takutkan.

Manusia yang individualis cenderung mengorbankan orang lain dan menggunakannya sebagai batu loncatan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, tak peduli apakah nyawa itu akan melayang, atau kelak jiwanya akan terbakar di neraka. Pikiran yang cenderung pendek hingga hanya dapat memikirkan dirinya sendiri, itulah sifat dasar wanita yang matanya memerah menahan kesal di depan Mbah Kliwon yang sedang membakar kemenyan dan merapalkan mantra-mantra sebelum meniup belasan jarum di telapak tangannya.

Kaget, itu yang wanita itu rasakan. Tubuhnya tersentak saat melihat belasan jarum itu melayang di udara dan tiba-tiba hilang, lenyap dari pandangan matanya. Klien muda itu berulang kali mengusap matanya, berharap penglihatannya tadi tak nyata. Namun hasilnya tetap sama, jarum itu benar-benar hilang.

Selama ini Mbah Kliwon tak pernah menunjukan hal seperti ini, karena yang sudah-sudah Mbah Kliwon akan melakukan ritual setelah kliennya pergi, dia bilang itu rahasia perusahaan. Kali ini Mbah Kliwon terpaksa melakukan ritual di depan klien karena desakan dari wanita yang kalap akibat rencananya tidak berjalan mulus.

“Ingat baik-baik, Nduk. Mbah akan menyingkirkan saingan cintamu, tapi itu dengan proses yang sangat pelan namun mematikan. Wanita itu akan tersiksa siang dan malam dalam waktu yang lama, apa Nduk tidak apa-apa dengan itu?” Raut wajah kalem Mbah Kliwon sangat kontradiktif dengan tindakannya barusan, di mana ia ingin menghilangkan nyawa orang lain tanpa rasa bersalah.

“Tentu saja, Mbah. Kalau perlu, buat jalang itu lebih tersiksa lagi.” Seringai di wajah ayu wanita muda itu terlihat mengerikan, seperti setan haus darah yang sedang mencari tumbal.

 

 

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT