CERBUNG - MELINTASI JALUR BENANG MERAH

Lian 21 Maret 2024 10:32:06 WIB

BAB VI (2)

 

“Jangan ngawur kamu. Lucy itu gadis baik-baik, putri teman Bapak. Kamu yang aneh karena lebih tertarik dengan janda … jangan-jangan kamu dipelet sama dia makanya kamu seperti ini.” Surya tak terima dengan perlawanan Aldi. Ia tak suka ada yang menentangnya, bahkan anaknya sekalipun.

“Jangan bicara omong kosong. Aldi lebih mempercayai Mbak Santi daripada kalian, karena dia mengajarkan apa itu keluarga. Bukan dengan uang, bukan juga dengan kedudukan. Mbak Santi dan orang tuanya memperlakukan Aldi sebagai keluarga, sedangkan kalian … menganggap Aldi sebagai objek.” Aldi masih ingat bagaimana ia disambut ketika pertama kali bertamu di rumah Santi, saat mengantarkan wanita itu pulang dari rumah sakit. Lebih tepatnya Aldi memaksa ikut pulang ke rumah Santi, namun dia disambut hangat oleh ayah Santi.

“Benar-benar tidak tahu diuntung. Sudah bagus kami membesarkanmu, membuatmu hidup berkecukupan, dan ini balasanmu pada kami?” Kewarasan Surya sepertinya sudah tertutup mamarah hingga rasionalnya tak bisa dicapai.

“Aldi berterima kasih untuk itu, tapi Aldi juga butuh pengakuan dari Bapak. Biarkan Aldi memilih pilihan Aldi dan menapakinya, karena sebagai orang tua kalian tak pernah memberikan kebebasan pada Aldi.” Aldi berkata sambil membalikkan tubuhnya, memunggungi ayah dan ibu yang amarahnya belum mereda.

“Bapak akan berikan apa pun … tapi tidak dengan janda itu. Kamu harus menikah dengan Lucy.” Surya masih saja memaksakan kehendaknya untuk mendekatkan Lucy dengan Aldi. Aldi tak tahu bahwa ayahnya adalah orang yang benar-benar bodoh. Sudah jelas itu adalah hal yang menjadi penyebab Aldi ingin minggat, tapi seperti kaset rusak, Surya dan Ike berulang kali mengucapkan hal yang intinya sama.

“Mengejutkan, Bapak menuduh orang yang tak bersalah melet Aldi … jangan bercanda. Sepertinya Bapak dan Ibu yang diguna-guna oleh Lucy hingga kalian begitu ngotot menjodohkan Aldi dengan Lucy.” Kejanggalan sudah Aldi rasakan sejak pertama kali memulai perdebatan, namun kini ia benar-benar ada yang tidak beres dengan orang tuanya.

“Jangan asal menuduh kamu! Tidak mungkin itu terjadi pada kami … apalagi Lucy yang melakukannya.” Lihat, Ike melakukannya lagi. Membela Lucy dan mendesak Aldi. Siapa yang paling diuntungkan dari semua ini?

“Terserah apa kata Bapak dan Ibu, keputusan Aldi sudah bulat.” Di malam badai itu Aldi mengangkat kaki, meninggalkan rumah orang tuanya. Hanya membawa baju yang melekat di tubuhnya, dompet yang berisi kartu identitas. Aldi melempar tongkat yang beberapa bulan ini sudah seperti bagian tubuhnya sendiri, ia nekat mengendarai motor matik yang ada di garasi rumahnya, tak peduli dengan kakinya yang masih belum bisa menjejak tanah dengan benar.

Aldi memacu Vario 150 baru sebagai ganti motornya yang ringsek saat kecelakaan lalu. Tak peduli tubuhnya basah tanpa mantel hujan, ia melewati jalanan di tepi Pantai Wediombo yang sudah sangat ia hafal, tapi kali ini terasa berbeda, gelap dan dingin.

Entah sudah berapa jam waktu berlalu, dia sampai di lengkungan gerbang perbatasan Gunungkidul dan Bantul. Hargodumilah yang terkenal dengan Bukit Bintang kini sepi karena cuaca yang buruk. Biasanya di jam seperti ini tempat itu ramai oleh pengunjung yang ingin menikmati panorama malam Kota Yogyakarta dari lereng Bukit Bintang, tapi saat ini hanya kegelapan, tak ada bintang yang bertabur di langit Yogya, lampu-lampu yang biasanya terlihat ceria kini muram basah oleh derasnya air hujan.

 

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT