CERBUNG - MELINTASI JALUR BENANG MERAH

Lian 19 Maret 2024 09:10:32 WIB

BAB V (1)

 

Ruangan sempit dalam bilik bambu reyot terasa mencekam. Wangi kembang tujuh rupa kontras dengan asap kemenyan yang keluar dari tungku kecil di depan lelaki tua yang sedang merapalkan jampi-jampi. Berbagai jenis sesaji tersedia, dilengkapi dengan boneka dari kain putih yang tergeletak di samping kendi di tengah tampah bersama sesaji yang lain.

“Siapa lagi yang mau kamu singkirkan kali ini, Nduk?” Lelaki tua itu menambahkan kemenyan dalam tungku kecil yang terus mengepulkan asap. Rambut panjang berwarna putih miliknya terlihat kusut dan tak terawat.

“Aku ingin ganti target, Mbah. Kali ini adalah laki-laki yang aku cintai, tak mungkin aku menginginkan kematiannya. Aku tidak bisa.” Wanita muda di depan lelaki tua itu mencondongkan badannya sebagai reaksi spontan karena terkejut. Rambutnya ringan tergerai melewati bahu yang tampak ringkih dengan kulit putih dan tipis seakan bisa robek hanya dengan sekali cubit.

“Baiklah, apa yang kamu inginkan kali ini?” Lelaki tua itu menyambut dua lembar foto yang disodorkan oleh wanita muda yang sudah menjadi kliennya sejak beberapa tahun yang lalu. Mengamati dua lembar foto itu dengan hati-hati. Satu adalah foto wanita cantik dengan rambut sebatas punggung, sedangkan yang satunya adalah foto keluarga, foto tiga orang yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.

“Itu foto wanita yang ingin aku singkirkan. Aku ingin kematian yang paling menyakitkan untuknya. Dan satunya lagi adalah foto keluarga dari lelaki yang aku cintai. Aku ingin mereka luluh padaku.” Mata wanita itu berkilat penuh ambisi, mata hatinya telah buta oleh godaan duniawi. Pikirannya sudah berandai-andai bila lelaki yang ia targetkan benar bisa jadi miliknya, tidak hanya ketampanan dan keperkasaan yang melekat pada lelaki itu bisa ia miliki namun juga kekayaan berlimpah akan ada di tangannya.

“Itu hal yang mudah, Nduk … yang penting maharnya sesuai.” Orang yang dipanggil ‘mbah’ itu membuat gestur membelai jenggot panjangnya. Seringai yang tercetak menambah jelas ekspresi serakah yang terpancar dari matanya.

Satu tumpuk uang lembaran seratus ribuan seakan menyilaukan mata si dukun tua. Ia tahu bahwa ia tak akan pernah kecewa setiap bertransaksi dengan kliennya yang satu ini. Dia memelihara hubungan baik dengan si wanita karena dia adalah sumber uang yang akan memuaskan hasrat dunia.

***

Angin bertiup membawa udara kering di sekitar jalanan yang padat kendaraan. Klakson berbunyi setiap lima menit sekali menandakan betapa macetnya jalanan di waktu sore hari, di mana orang-orang sedang melakukan perjalanan pulang dari tempat kerja atau kampus. Jalan Kusumanegara yang tak pernah lengang meski di hari yang paling sepi sekalipun terlihat sibuk seperti biasanya.

Seorang pemuda turun dari motor, berjalan tertatih menggunakan tongkatnya, meninggalkan sang sahabat yang harus memarkirkan motor di depan sebuah toko yang ramai dikunjungi pembeli. Tujuh hari dalam seminggu Aldi mengunjungi Toko Kain Makmur milik Santi. Pemuda itu tak pernah absen menemui Santi selama lebih dari dua bulan setelah pertama kali Aldi menghubungi nomor kontak yang ia dapat dari pihak rumah sakit tempatnya dirawat dengan alasan mengembalikan uang yang sudah dikeluarkan Santi saat operasinya. Saat itu Santi meminta Aldi datang ke tokonya karena memang masih jam kerja hingga ia tak bisa meninggalkan toko yang sedang ramai pembeli.

 

 

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT