CERITA TENLIT —Jas, Waktu, dan Dirimu
Adera Nusa 16 Maret 2024 19:02:06 WIB
Waktu, Jas, dan Dirimu
Ei_Shaaa_
Bagian 4
Jo perlahan melangkah mendekat pada pintu yang ditunjuknya. rasanya ngeri jika dirinya berhasil di jebak oleh anak kecil ini dan berakhir naas. Perlu waktu yang cukup lama untuk bisa menyangkal semua hal itu. Perlahan tangannya memutar kunci dan berusaha membuka. betapa terkejutnya Jo saat itu, banyak selebaran kertas yang kini terasingkan. Lemari itu bahkan tidak bisa ditutup dengan rapat sebab banyaknya potongan koran-koran yang terlihat lusuh.
“Ini kamar kakakku.” ucap anak itu memulai pembicaraan. Kaki kecilnya berjalan menuju meja yang penuh dengan tumpukan buku. Perlahan jemari itu membalik lembaran dengan tenang. Satu lembar foto dari dalam buku itu dikeluarkannya. “ini adalah foto terakhirnya sebelum dirinya pergi, Kakakku meninggal dalam perjalanan pulang.”
“Aku turut berduka atas meninggalnya kakakmu.” suara sendu dari mulut Jo kini hanya dibalas oleh senyuman tipis anak itu. Matanya kini kembali berkaca, mengingat kenangan indah dengan kakanya membuat dunianya runtuh tak bersisa.
“Semuanya kini telah usai, aku hanya menyimpan baju itu sebagai kenangan yang paling berharga. Kakaku pantas mendapatkannya.” Jo mengangguk paham, benar apa yang dikatakan oleh anak ini. Dia tampak sendiri tapi tak tampak kesepian. Jo kembali melihat sekitarnya, banyak hal yang kini menyita lebih banyak fokusnya selain dengan satu almamater berwarna terang itu.
Deretan piala dengan medali yang tergantung dengan indah. Ia hendak menyentuhnya hingga kembali mengurungkan niatnya.
“Boleh aku mengambilnya?” Anak itu menatap ragu pada benda yang dimasud Jo sampai akhirnya anak itu mengangguk menyetujui. Tanpa menunggu waktu jemari Jo kini mengelus kain dan medali yang masih terlihat bersih, jelas sepertinya anak ini yang selalu merawatnya.
Cukup lama Jo berada di situ. Sudah hampir lima jam sejak kedatangannya kemari. Anak itu ramah padanya, Ia tak kuasa menahan rasa yang tersalurkan dalam dirinya setelah anak ini memberikan secangkir air putih hangat setelah dirinya memasak dengan alat seadanya.
Banyak hal yang didapatkan dari anak itu. Pandangan matanya yang hanya bisa melihat teman seumurannya bermain dengan senang. Sedang anak itu menarik dirinya semakin jauh dengan lingkungan sekitarnya yang sangat terbuka.
Jemari Yosianto kini menulis dengan cepat semua informasi yang diketahuinya dari pada anak itu. Betapa mirisnya setelah ia mengetahui rangkaian cerita yang keluar dari anak berusia empat belas tahun itu masih mengingat jelas bagaimana dirinya bisa mendapatkan luka tersebut dan menghadapinya dengan tegar.
Hanya perlu satu minggu bagi Yosianto atau yang akrab disapa dengan Mas Jo ini untuk mengirimnya pada media. Memang tidak ada yang meliputnya. Jo sendiri membatasi karya dengan informasi itu dengan label cerpen.
Bagaimana anak itu bisa bertahan dengan sangat baik dalam gelapnya peluh yang membanjiri tubuhnya. Lumuran tanah yang basah masih menempel lekat di area kakinya. Bahkan tidak ada warga yang berani mendekati rumahnya hanya karena terlihat lebih mistis dari sebelumnya. Tidak ada yang menyadari anak itu hidup dalam rumah yang gelap gulita setiap hari.
Lentera yang kini berhasil menemaninya dalam gelap malam menjadi teman sejatinya tanpa menaruh luka. Tangisan tak tertahan dari netranya yang kian meredup sendu membawa kisah getir yang semakin meluap.
Hidupnya dulu yang begitu banyak rindu dengan sang kakak yang jelas berjalan dalam meraih mimpinya kini harus berhenti dengan tangan kosong. Tidak ada lagi yang bisa diharap hanya dengan sebuah almamater yang telah lama tidak dirawat tersebut.
Formulir Penulisan Komentar
Pencarian
Komentar Terkini
Statistik Kunjungan
Hari ini | |
Kemarin | |
Pengunjung |
- HARI TERAKHIR PELATIHAN BAHASA JEPANG GRATIS DI KALURAHAN PUTAT
- KOORDINASI BPN TERKAIT PTSL KALURAHAN PUTAT
- BANK SAMPAH PADUKUHAN BATUR
- BIMTEK KPPS KALURAHAN PUTAT
- PANENAN PERDANA LAHAN KETAHANAN PANGAN
- KAPANEWON PATUK LAKSANAN MONEV REALISASI KERJA PROGRAM KEGIATAN PEMERINTAH KALURAHAN PUTAT
- POSYANDU REMAJA PADUKUHAN BATUR