CERPEN

Lian 30 Desember 2023 23:38:28 WIB

Antara Bego dan Horor

Oleh: Li Lian Chris

 

Saat itu aku kira apa yang dilihat orang lain sama seperti apa yang terlihat oleh mataku. Aku mengira pemandangan orang tembus pandang adalah hal umum yang setiap orang dapat melihatnya juga. Ternyata aku salah, hanya aku saja yang mengalaminya. Dunia kecilku saat itu memaksa mengadopsi pemikiran seperti itu, hanya aku yang berbeda.

Setelah aku menyadari kalau dunia yang aku tatap tak sama dengan orang lain aku mulai hati-hati dalam bicara dan bertindak, padahal aku belum SMP saat itu, tapi apa boleh buat karena aku tak ingin dianggap mengada-ada. Haha, aku makin miris dengan diriku sendiri karena tak tahu apa-apa sebelumnya.

SMP kelas 7, saat itu keponakanku sedang sunat. Di tempat kami ada tata caranya sendiri di mana ada acara syukuran karena telah terlaksana khitanan dengan lancar. Acara syukuran diadakan cukup mewah karena mengingat keponakanku itu anak pertama sepupuku. Tetangga rewang selama sehari semalam hingga kenduri diadakan.

Aku yang memang tak suka keramaian malam itu minta izin untuk pulang lebih dulu. Karena jarak rumahku dan rumah sepupuku itu lumayan jauh, ada salah satu mas-mas yang berniat baik mengantarku pulang meski dengan berjalan kaki.

Jalanan sepi, gelap. Kami yang tak membawa senter sebagai penerangan berjalan cukup hati-hati agar tidak tersandung atau salah jalan. Keadaan itu berlangsung sampai kami tiba di bawah rumah—karena rumah itu berada satu saf tanah lebih tinggi dari jalan yang kami lalui—salah satu orang yang dianggap sepuh dan dihormati di kampung tempat tinggalku. Saat itu aku melihat sosok seperti manusia, tapi wujudnya tinggi besar dan hitam legam dari atas sampai ke bawah. Kalian ingat tante kunti? Mirip seperti itu tapi ini hitam dan besar, sepertinya pun laki-laki.

Dia sedang duduk-duduk di galengan menghadap jalan yang kami lalui, dia mengayun kakinya seperti anak kecil yang riang. Takut? Tidak, aku sudah terbiasa. Dia diam maka aku juga diam, dan aku tak mau mengambil risiko dengan memberi tahu mas-mas yang mengantarku tadi. Tidak lucu kalau akhirnya malah aku yang dianggap halu atau aneh. Biarlah aku telan sendiri menjadi konsumsi pribadi.

Kalian bertanya apa aku indigo? Aku tak yakin, aku merasa tak seperti itu karena aku sendiri juga tak tahu. Tak ada yang memberi tahuku ini apa, tak ada yang mengajariku bagaimana menangani hal macam ini. Sampai saat ini pun aku masih melihat mereka, hanya saja masa kuliahku mengajarkan banyak hal tentang bagaimana menangani keanehanku yang orang bilang kelebihan, atau bagaimana cara menangani makhluk tembus pandang yang sudah sering aku lihat.

Lucu sekarang kalau aku mengingat kembali mengenai masa lalu. Seperti tak mungkin anak usia 3 tahun berani berjalan sendiri sampai sejauh itu, atau dengan bodohnya menganggap makhluk astral sama seperti manusia. Namun, apa yang aku ceritakan ini nyata dan benar aku alami. Tak ada yang mengada-ada karena aku mendengar cerita ini dari ibuku yang melengkapi ingatan-ingatanku yang bolong karena aku belum cukup baik untuk mengingatnya kala itu.

Kalian tak percaya? Sampai sekarang saja aku sendiri masih merasa mustahil, tapi nyatanya aku juga telah melaluinya, haha.

Mungkin ini saja cerita tentang kebegoanku saat masih kanak-kanak. Memang tak seram, tapi memang mereka tak melakukan hal buruk padaku dengan sengaja. Apa yang kita lihat mungkin tak sama seperti apa persepsi kita pada mereka, hanya saja kita tak tahu bahasa mereka.

Bye-bye.

 

Selesai

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT