CERITA TEENLIT - NISKALA PUSPAS

Adera Nusa 24 Juni 2023 20:13:54 WIB

NISKALA PUSPAS 

Bagian 19

Karya : Ei_Shaa

 

 

“Ada apa? sepertinya hari ini terlihat tidak baik-baik saja.” Gala menyodorkan segelas susu hangat. Ghina hanya menoleh gelas yang terisi penuh dengan susu itu tanpa membuka suara. Helaan napas mengekor setelah tangannya menyentuh sendok dengan ritme pelan.

“Bang, Ghina stress, rasanya banyak banget yang mengganggu hidup Ghina belakangan ini.” Gala yang mendengarkan adik kesayangannya ini bergerak melipat kedua tangannya berusaha mendengarkan kalimat yang hampir lolos dari bibir Ghina.

“Ya itu karena respon lo udah mulai dewasa.” ini sangat wajar jika dialami banyak remaja saat memasuki fase-fase pra dewasa. Kehidupan labilnya perlahan akan tergantikan dengan realita tanpa kepastian. Mengingat Ghina sekarang sudah memasuki umur 18 tahun dengan rasa bimbang yang tinggi. 

“Hih, maksudnya tuh banyak banget yang Ghina pikirin. Padahal cuman hal sepele doang.” keluhnya. Gala tersenyum. Ia sangat mengerti adiknya, sejak kecil Gala yang menjaga Ghina tidak mungkin adiknya ini akan mengerti dengan cepat perihal hubungan yang belum pernah diketahuinya. 

“Emangnya adek abang ini mikirin apa?” 

“Itu, em, Gaada sih bang.” Ghina kembali menelan ludahnya sembari menampilkan senyuman terpaksanya, hampir saja nama Rio ia sebut di depan sang kakak. Entah pandangan apa yang akan diterimanya kelak. Sedang sang kakak sudah berteman cukup lama denan Rio. 

“Dah, sana sekolah. Gue udah mintain Rio buat nganter dan jemput lo ya. Besok gentian abang, deh.” jelas Gala sembari membereskan piring yang tergesa ditinggalnya. Senyuman mengembang setelah Ghina memandang sengit pada 

"Gausah bang, Ghina janjian sama Rachel buat pergi bareng." Ujarnya tergesa menghindari semua tentang Rio. Abang nanti gausah khawatir. Aku sama Rachel udah ada rencana mau beli jajan." Bohongnya lati dari kejaran sang abang. 

Sedang lelaki yang lebih tua itu hanya tersenyum memandangnya. Tangannya bergerak mengusap kepala Ghina lembut. Lambaian tangan dengan salah satunya yang memasuki celana pendek itu terlihat sangat-sangat mirip seperti memori tentang abangnya yang sudah lama ia kenal. 

Tapakan sepatu setibanya di sekolah membuat sepasang mata yang berada cukup jauh di belakangnya menatap aneh. Bukan sebab sepatunya yang berbunyi. Tapi sebab ia tidak melihatnya laki-laki bernama Rio itu bersamanya.

Dari informasi yang didapatkannya, hubungan itu sedang dilanda ombak besar tak kasat mata. gelombang jail di kepalanya kian meningkat. bukan salah dirinya sebab terlalu memikirkan Ghina tanpa alasan. 

Sedang dilihatnya sepasang mata yang saling bertemu dengan manik mata milik wanita dengan tawayang tak asing dilihatnya sejak lama. Ragangnya mengeras tak karuan. Wajahnya berubah memerah dengan pandangan mata yang memicing tajam. 

Tangan yang merangkul tersebut semakin membuatnya geram. Langkahnya kian cepat,  melangkah mendekat ke arah Rio. Tanpa basa basi tangannya lantas menghantam pipi tirus yang tidak jauh tinggi dengannya. Hanya sekali hentakan, wajah mulus tanpa leban kini berubah merah. Raut wajah tak suka yang dilontarkan balik dengan darah yang mengalir di sela garis bibirnya.

"Brengsek! Perhatikan apa yang kau lakukan padaku!" Tangan ringan itu melayang di udara,  membalas belaiannya pada pipi Abimanyu. Senyuman penuh ejek itu semakin tampak pada pandangannya. 

Tangan Abim mengusap ujung bibirnya sambil tersenyum kecut. Tatapan tajam yang semakin tercipta membuat Rio menatapnya tak suka.

"Apa mau lo? Hah!" 

"Lo kalo jadi cowo tu mikir! Isi pala lo cuman cewe ya? Sikap lo tuh yang harusnya di jaga." 

"Siapa lo ngatur gue? Jangan cari masalah deh, biang onar." Abim yang mendengar itu dari mulut Rio semakin tak bisa menahan tawanya.

Gadis yang ada di samping Rio hanya bisa menaruh iba dengan apa yang dilakukannya. Tangannya mengusap wajah Rio dengan lembut. Raut wajahnya tampak sangat khawatir. Abim yang menatap mereka hanya tersenyum kecut. Benar dugaannya bahwa mereka sudah menjalin hubungan. 

"Denger ya Bocah! Selesaikan ini di luar lingkup sekolah, gue tunggu di tempat biasa lo nongkrong." Rio menatap sengit dengan emosi yang masih tersisa. Tak mau jadi tontonan gratis semua siswa-siswi, kakak kelas itu berjalan menjauh meninggalkan Abim yang masih dilanda gelombang emosi.

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT