CERITA TEENLIT - NISKALA PUSPAS

Adera Nusa 24 Juni 2023 20:12:32 WIB

NISKALA PUSPAS 

Bagian 18

Karya : Ei_Shaa

 

 

Langkahnya terus berbolak-balik tak karuhan hanya menunggu balasan dari Rachel. Tidak biasanya anak itu meletakkan ponselnya. Sekarang keadaan makin genting dan dia tidak tersambung dengan teleponnya. 

"Oh, C'mon Ra!" Hanya ada suara dengungan pelan sejak ponsel itu melekat di telinganya. Ghina cukup kecewa dengan perlakuan sahabatnya. Hanya pesan singkat yang dapat dikirimnya. 

“Lo lagi sibuk ya?” 

Ghina terdiam, tidak ada kalimat yang dapat ia kirimkan untuk membalas pertanyaan dari Rio yang tiba-tiba berada di belakangnya. Rasa senang sekaligus terkejut keluar dari pandangan Ghina saat menatap roman Rio yang selalu menang. Netranya sama sekali tidak bisa lepas dari netra yang sejak tadi selalu menguncinya. 

Dengan cepat kepalanya menoleh. Rio memang terlihat sangat tampan, tapi ia tidak bisa terus terjebak dalam suasana aneh yang terus menggerogotinya sejak tadi. Ghina terdiam tanpa adanya kalimat jawaban. sejak tadi pikirannya terus memproses apa yang sedang terjadi dengan memori yang sejak saat itu menampilkan Rio yang sedang bersama dengan Windy, salah satu kakak tingkatnya juga. 

“Kemaren.” Rio menghentikan kalimatnya sesaat setelah Ghina hendak melangkah pergi mendahuluinya. Ia menoleh kembali, menunggu kalimat selanjutnya itu muncul membuatnya merasakan ada yang bergejolak di hatinya untuk segera pergi. 

“Kamu pulang bareng siapa?”

“Rachel.”

Rio menggeleng, “Aku rasa bukan Rachel, dia tampak seperti…” kalimat Rio kembali terputus 

“Kak! aku besok harus latihan rutin. Maaf, Ghina permisi.” kepergian anak itu tidak menjadi sebuah hambatan bagi Rio untuk memastikan pikirannya. 

"Jangan pulang dengan anak motor itu lagi." Ujar Rio menegaskan. Ghina terdiam, tidak mungkin ia menimbulkan masalah pada kehadiran kakanya yang sudah cukup lama absen dari kehidupannya. 

"Aku ingin ketika aku ingin." Simpul Ghina. Langkah kakinya yang hendak meninggalkan Rio sendirian. Tiba-tiba sebuah tangan menahannya cukup kuat. 

"Apa sesuatu terjadi denganmu?"  Pandangan besar penuh harap itu menjadi salah satu tameng untuk menutupi adanya tanda tanya besar yang kali ini sungguh mengganggunya. 

Ghina menaikkan bahunya dengan cukup cepat, "Tidak ada yang terjadi, aku hanya menemaninya untuk membeli sesuatu."  

"Nggak! Jangan lakuin itu lagi." 

"Emangnya kenapa kak? Kenapa kalau aku cuman nemenin Abim?"

"GHINA!" Rio menutup matanya, pandangannya ia buang ke samping. Helaan napas penuh emosi itu masih kentara di balik tatapannya pada Ghina. Tangannya masih setia pada pergelangan tangan Ghina. Menahannya untuk satu alasan pasti. 

"Please, Aku juga punya tanggung jawab buat ngelindungin kamu." Lanjutnya

Ghina masih mencoba menahan emosinya. Hampir saja ia termakan buah cemburu beberapa waktu yang lalu. Parahnya, ia tidak yakin Rio juga akan menyadari tentang hal ini. 

"Kak, biarin Ghina sendiri untuk beberapa waktu dulu. Sebelum Ghina yang nyamperin kak Rio, kumohon jangan paksa aku tentang sesuatu terlebih menjauhkanku dari Abim."

"Tapi aku lebih tahu daripada kamu."

"Cukup kak, Ghina gak mau bertengkar, apalagi abang baru aja pulang." Sanggah Ghina menengahi. suasana seperti ini yang sangat mengganggu pikirannya kali ini. begitu banyak hal yang menjadi kacau akhir-akhir ini. 

“Maaf” Hanya satu kalimat itulah yang akhirnya keluar dari bibir Rio Ardian. lelaki yang sudah cukup lama dikenalnya ini lantas perlahan melepaskan pergelangan tangan dari Ghina. Mendapat kesempatan, Ghina lantas pergi meninggalkan Rio yang masih berdiri memandangnya menjauh. 

Tidak mampu lagi, Ghina yang berpaling selalu hanya meneteskan air mata. Pintu kamarnya terbanting dengan keras. Tidak ada yang membayangi sakit yang sudah ia alami. Tangisnya pecah, sekuat yang ia bisa ia kecilkan suaranya.   

Di lain sisi kamarnya sedang berdiri sang kakak yang hanya bisa menonton semua yang terjadi pada sang adik. Entah caranya ini benar atau salah tapi ini lah yang menjadi pilihannya sekarang. 

Apakah ia pulang hanya untuk mengelus kepala adiknya sambil mengusap air mata, atau dirinya yang harus mendukung semua argumen adik kesayangannya? Mana yang harus dilakukannya sekarang. Sayang tidak dari keduanya. 

*******

 

Paginya Gala tidak mendapati adiknya yang segera menghampiri sepiring nasi goreng buatannya. Ini sudah lebih dari tiga puluh menit sejak nasi goreng buatannya jadi. Gala hanya menatap nasi gorengnya dari piring sang adik, sepertinya nasi goreng itu mulai dingin. Rasa cemasnya bertambah saat membiarkan Ghina larut dalam sedihnya. 

“Ada apa? sepertinya hari ini terlihat tidak baik-baik saja.” Gala menyodorkan segelas susu hangat. Ghina hanya menoleh gelas yang terisi penuh dengan susu itu tanpa membuka suara. Helaan napas mengekor setelah tangannya menyentuh sendok dengan ritme pelan.

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT