CERITA HOROR

Lian 30 Maret 2023 06:31:29 WIB

JAJI YANG HARUS DITEPATI (1)

 

“Aria, suatu saat kita akan bertemu kembali. Berjanjilah padaku, kau harus mengenaliku bila suatu saat kita dipertemukan oleh takdir.” Dio kecil tersenyum pada Aria yang sedang mengusap air matanya dengan kasar. Gadis itu sedih karena hari ini Dio akan pindah jauh ke tempat neneknya.

“Janji akan kembali?” Aria menatap Dio dengan mata bulatnya yang basah oleh air mata. Suaranya sengau, berlomba dengan suara ingus yang menghalangi pernapasannya.

“Aku pasti kembali padamu. Apa pun yang terjadi aku akan kembali padamu.” Dio mengelus kepala Aria. Gadis periang itu kini tenggelam dalam tangis karena harus berpisah dengan sahabatnya.

Sebuah janji yang masih selalu diingat Aria meski telah lewat lebih dari 10 tahun. Masa kanak-kanak yang menjadi kenangan berharganya bersama Dio, anak tetangga sebelah yang selalu bermain dengannya.

Kini, Aria menjelma menjadi gadis yang cantik. Banyak pemuda yang menginginkannya namun sayang pinangan mereka selalu tak berbalas.

Aria yang dulunya gadis periang kini memiliki kepribadian tertutup. Kesedihan menenggelamkannya dalam kesepian. Ia merindukan Dio, sahabatnya yang berharga. Aria sebisa mungkin selalu menghubungi Dio lewat telepon atau video call namun dua tahun lalu tiba-tiba Aria kehilangan kontak dari Dio. Ia menghilang tanpa jejak.

“Aria, tunggu … aku bilang tunggu!” Refaldo, pemuda yang sudah lama menaruh hati pada Aria mengejar gadis itu. Napasnya terengah-engah setelah berlari menyusul Aria yang hampir sampai pintu gerbang kampus.

“Apa lagi sih, Do?” Aria berdecak mendapati Refaldo selalu mengusiknya. Tidak tahukah dia kalau Aria tak suka diikuti seperti ini?

“Jangan dingin gitu dong, Aria. Kamu kan tahu kalo aku suka sama kamu, jadi ….” Refaldo berusaha mengatur napasnya, tapi ia lupa memilih kata yang tepat hingga memancing kemarahan Aria.

“Heh, dan sudah berulang kali aku mengatakan aku tak menyukaimu. Aku sudah memiliki orang yang aku sukai.” Terlalu jelas Aria menggambarkan perasaannya namun Refaldo terlalu bebal untuk mengakui kekalahannya. Hal itulah yang membuat Aria jengah dengan setiap usaha yang dilakukan Refaldo untuk memikatnya.

“Ria … Aria, setidaknya beri aku kesempatan untuk membuktikan kalo aku serius sama kamu.” Pemuda itu menarik tangan Aria dan menggoyang-goyangkannya. Ia sangat berharap gadis pujaannya sedikit melunak.

“Hatiku sudah tak ada ruang untuk siapa pun, kau sendiri sudah tahu sejak awal. Aku akan menunggunya kembali padaku.” Suara Aria terdengar dingin, menusuk pendengaran Realdo dan merambat ke hati si pemuda. Rasanya seperti ditikam dengan belati, perih kala mendengar penuturan Aria.

Aria melihat Refaldo yang mematung langsung menarik lengannya dan bergegas menjauh, menambah kecepatannya hingga ia kehilangan kendali. Ia menabrak seseorang yang sedang melintas di depannya. Aria tak punya cukup waktu untuk mengurangi kecepatannya hingga benturan itu tak dapat dihindari lagi. Keduanya terkapar di jalan depan kampus Aria.

“Punya mata nggak, sih?” Nada keras seorang pemuda menyapa pendengaran Aria yang bersimpuh di atas aspal. Pemuda yang memiliki perawakan tinggi itu berdiri menjulang di depannya, mengibaskan debu dari pakaiannya.

Aria kesal, sangat kesal. Sejak pagi Refaldo sudah mengekor ke mana pun ia pergi yang terlalu jelas untuk disebut pengagum rahasia, dan sekarang dia bertemu orang yang mengajaknya ribut. Amarah Aria sudah di ubun-ubun, tali kesabarannya yang tipis bahkan hampir saja putus saat mendengar suara ketus pemuda yang menabraknya.

"Biasa aja, dong. Nggak usah nyolot! Nggak cuma kamu yang sakit, aku juga jatuh nih." Suara Aria tak kalah ketus, ia tak menyadari bahwa pemuda yang ia tabrak menatapnya dengan terkejut.

"A-Aria?" Suara pemuda ketus itu terdengar berbeda, kelembutannya seperti suara orang-orang yang sering mendambakan Aria. Mendengar perubahan suara pemuda itu membuat Aria memejamkan matanya lelah, ada lagi orang bodoh yang tertarik dengan penampilan luarnya.

"Nggak usah sok kenal, deh!" Aria memalingkan wajahnya ke arah si pemuda, suaranya semakin lirih saat bertatapan dengan manik kelam yang memancarkan kerinduan.

"Ah, benar Aria." Senyum khas tercipta apik di wajah tampan pemuda itu, menatap Aria penuh rindu yang seakan menghisap Aria ke dalam lembah tanpa dasar. Kenapa dia menatap Aria seperti itu?

"Di-Dio … ini Dio? Benar-benar Dio?" Suara Aria bergetar, sarat akan kesangsian pada penglihatannya. Permata-permata indah berkilauan di mata cantik Aria, berdesakan dan perlahan bergulir menyusuri pipinya. "Aku merindukanmu," lirih Aria saat tiba-tiba mendekap Dio yang sangat ingin ia temui.

 

 

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT