CERBUNG - INDIGO

Lian 30 Maret 2023 06:30:05 WIB

DROP OUT (2)

 

Putra menceritakan semuanya. Tentang siapa dan bagaimana yang menyebabkan Lily terbaring lemah saat ini.

Baik Liondra maupun Arjuna hanya bisa duduk di bangku panjang ruang tunggu, memberikan ruang bagi keluarga itu untuk saling menguatkan.

“Sebenarnya apa yang terjadi sama Adelia dan cowok itu? Mereka tiba-tiba aneh gitu.” Arjuna memecah kebisuan.

“Cewek lo … ah, sorry maksud gua mantan lo itu kerasukan arwah ibunya Doni yang lengket sama Lily.” Cukup jelas apa yang dikatakan Liondra. Mungkin sebagian orang mengatakan itu hanyalah tahayul, tapi bagi yang bisa melihat dan berinteraksi memang makhluk astral itu nyatanya ada.

“Apa hubungannya antara ibunya Doni sama Lily?” Arjuna menaikkan sebelah alisnya, penasaran pada hubungan antara mereka. Baginya mereka baru bertemu beberapa jam yang lalu, tapi ia tak tahu bahwa Doni dan Lily pernah memiliki masalah yang cukup rumit.

Sorry, tapi itu bukan hak gua buat cerita. Sebaiknya lo tanya langsung sama Lily.” Kalimat yang diucapkan Liondra itu membungkam Arjuna. Ia semakin penasaran, tapi mulutnya malah semakin sulit untuk bicara. Ia mencium sesuatu yang kusut pernah terjadi antara Lily dan Doni, dan bahkan belum terurai hingga saat ini.

Cuitan burung adalah irama menyambut pagi. Kabut yang turun di musim kemarau meresap dingin sampai ke tulang.

Semalaman Putra dan keluarga menjaga Lily di IGD. Liondra dan Arjuna sejak subuh pulang ke rumah masing-masing, mereka bersekongkol untuk melaporkan Adelia ke rektor. Mungkin ini kali pertama mereka bekerja sama dan sepemikiran. Tak segan-segan mereka menyeret Adelia ke ruang rektor.

Kampus gempar dengan kejadian yang menimpa Lily, terlebih orang yang mencelakainya adalah kakak tingkat. Rektor yang duduk di belakang meja kerjanya itu terlihat keras. Ini adalah aib selama masa jabatannya. Kejadian seperti perundungan bisa luput dari pengawasannya.

“Berdasarkan laporan dari beberapa mahasiswa yang merupakan saksi mata dan bukti yang konkret, kami akan membawa kasus ini dalam rapat komite. Masalah ini tidak bisa dibiarkan begitu saja karena akan merusak citra universitas kita.” Begitulah yang disampaikan rektor ketika Arjuna dan Liondra berhasil mengumpulkan saksi dan menggiring Adelia menghadap rektor.

Adelia tak berani berkata, mungkin ini adalah akhir bagi masa depannya yang cerah. Apalagi Putra telah berdiri di depan semua orang, mewakili adiknya yang menjadi korban dari tindakan Adelia.

Keadilan akan selalu menang. Kebenaran akan selalu berdiri tegak dan menantang. Setelah rapat komite yang beberapa kali sempat tertunda karena pembahasan yang alot akhirnya menemui ujung. Keputusan dari hasil rapat komite tertempel di papan pengumuman yang berbingkai kayu dan berwajah kaca. Adelia ditendang dari kampus.

Meski tidak samapai ke meja hijau namun kejadian itu menyebar dengan cepat di antara mahasiswa satu kampus. Mulut manusia adalah senjata paling berbahaya. Lidah lentur yang melebih-lebihkan kejadian perundungan yang dilakukan Adelia. Suara tajam orang-orang menghardik komplotan Adelia dan menyeret mereka pada hukuman sosial.

Pertimbangan yang bijaksana harusnya bisa dilakukan untuk mendapat hasil terbaik tanpa banyak kerugian. Tapi manusia itu serakah. Serakah akan perhatian dan cinta atau bahkan harta.

Setiap persoalan yang dilalui Lily adalah proses penempaan. Ia tersungkur lalu terluka, menahan sakit dalam diam bahkan membuat dirinya mati rasa. Tapi itu adalah jalan yang harus dilalui, pelatihan untuk menjadi dewasa dan lebih bijak.

Manusia itu penuh kekurangan dan tak semuanya dalam kondisi putih namun setidaknya pilihan warna yang kuat agar tak terpengaruh dengan setitik noda yang terciprat.

 

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT