CERITA TEENLIT - NISKALA PUSPAS

Adera Nusa 28 Maret 2023 20:01:06 WIB

NISKALA PUSPAS 

Bagian 16

Karya : Ei_Shaa

 

“Nggak, Kak! Nggak usah liat di luar sana. Aku terus di sini pun menyimpan banyak luka.” Ghina mengalihkan pandangannya. Ia tidak kuasa untuk bisa melihat ke arah manik mata Rio. 

Sepersekian detik saja tubuh Ghina lantas terasa berat. Hembusan nafas hangat begitu melekat di telinganya. Lantas sebuah suara kecil kini memaksanya menoleh seolah ia harus   

“Maaf.” Hanya itu yang didengarnya dari mulut Rio. Pelukan itu perlahan merenggang paksa karena dorongan tangan Ghina. 

“Aku mau balik ke atas dulu kak.” Rio pun hanya menjawabnya dengan anggukan kepala. Sedang langkah yang cepat sembari menaiki tangga itu kembali merasakan adanya sesak yang mendalam.

Ghina tidak bisa membendungnya sendiri, ia tidak bisa terus menerus menyalahkan seseorang yang tidak mengerti perasaannya. Tubuhnya yang kini bersandar di balik pintu hanya bisa tertawa dengan apa yang dialaminya. Sebentar saja pejaman mata itu mengalirkan cairan Bening.

Pikirannya masih kembali pada sebuah bayangan siang tadi. Di mana tubuh yang memeluknya beberapa menit lalu menggendong tubuh seorang gadis asing yang tidak ia suka. Sayangnya semua yang terlihat di netranya sangat romantis.

“Maafkan aku Kak.” Tangisnya pecah dengan sempurna. Namun, tetap saja tidak ada yang bisa Ghina lakukan kali ini. 

***

Setiap kelas yang dilewatinya terdengar begitu riuh tidak karuan. Semua yang dibicarakan hanya tentang nama Rio dan seorang gadis yang semakin menjadi dekat. Hingga duduk pun wajahnya semakin terlihat lesu. Rachel yang baru saja datang pun merasakan atmosfer mengerikan. Bertanya pun hanya akan merugikan dirinya, 

Rachel hanya bisa memandang tanpa kata. Sahabat yang bersamanya ini terus menatap lorong tanpa kata. Entah apa yang menjadi masalah sebenarnya. Entah Rio atau memang Ghina memiliki masalah tertentu. 

"Lo masih mikirin kak Rio?" Pertanyaan Rachel hanya dijawab dengan tatapan tatapan datar. Sekejap saja Rachel langsung mengerti jika Ghina sungguh menahan kesal pada Rio.

"Awww!" 

"Lo kalo jalan pake kaki, pikirannya juga jalan dong." Sahut Abim sembari memberikan uluran tangannya. Meski yang didapatnya tidak sesuai dengan apa yang Ia pikir. 

Sedang Ghina masih terus merintih kesakitan sebab tubuh Abimanyu yang kuat. Melihat uluran tangan itu menghampirinya, Ghina bahkan tidak memberi respon apa pun. 

"Ya lain kali kalo gue pake jalan pake pikiran, seenggaknya lo jalan pake perasan tau, sakit nih."

"Ya sori, lagi pula lo jalan ngelamun juga sih." 

"Yaudah, gue lagi nggak mood bertengkar sama lo." 

Ghina lantas melenggang pergi dari hadapan Abimanyu yang tengah berjalan sendiri di lorong kelas. Tatapan Abim hanya mengarah pada Rachel yang melayangkan pertanyaan dengan alisnya. 

Sedang Rachel hanya mengarahkan kedua tangannya seolah memberitahu jika Ghina sedang patah hati. Sontak anggukan mantab Abim keluarkan sembari berbalik menatap Ghina yang masih terus berjalan menjauh. 

Diikuti oleh Rachel yang kini meneriakkan nama Ghina di sepanjang lorong. Anak itu tahu persis awan mana yang sedang hinggap di atas kepala Ghina sekarang.

Sejak awal hingga akhir pembelajaran Ghina tampak lemas, padahal tadi siang porsi makannya tidak seperti biasa. Rachel bahkan heran dengan tambahan porsi yang Ghina pesan. 

"Lo mau jadi penunggu sekolahan?" Rachel celingukan memikirkan apa yang sebenarnya Ghina pikirkan. 

Ghina menoleh pelan. "Yakali, apa kata abang gue nanti." 

"Ya, makannya ayo pulang, keburu sore. Gue juga harus ngerjain design anak ddd." Rachel memang sudah ada janji dengan anak kelas sebelah untuk mengerjakan proyek organisasinya. Tangannya kini bergerak menarik lengan Ghina supaya mau berdiri dan bergegas pulang. 

Meski sejak tadi pikiran Ghina terus bersarang pada pertanyaan-pertanyaan tidak perlu. Tetap saja Ghina tidak bisa melepaskan sosok kakak tingkatnya itu dari pikirannya. 

"Minggu, lo senggang kan?" Tanya Rachel sembari berjalan mengiringi langkah kaki Ghina.

Ghina hanya tersenyum "Gue sepertinya belum bisa, lo tau kan gimana kucing kesayangan Abang gue mau pulang." 

"Plis apa gue harus bilang sama Abang lo biar lo bisa ikutan?" Ghina semakin menggeleng sembari menyunggingkan senyuman khasnya. 

“Gimana kalau lo ntar malah ketemu kak Rio?”

“Gue ragu bisa ngadepin dia.”  

“Makanya gue jemput nanti. Udah sekarang mending balik.” Lantas kaki mereka melangkah bersama menuju gerbang utama. Sementara tanpa mereka sadari sosok Abimanyu yang sedang bercanda bersama dengan teman-temanya memandang kepergian Rachel dan Ghina. 

Rasa penasarannya terus muncul kala pikirannya merespon beberapa kejadian yang berhubungan antara Rio dengan Ghina. Semenjak dirinya melihat sosok Rio yang sedang tertawa tulus pada sosok perempuan yang ia lihat beberapa hari yang lalu membuat Abimanyu peka terhadap reaksi Ghina. Terlebih lagi sepupu sekaligus temannya itu selalu memberi kabar terbaru. 

Sore hari pun tiba, diantara banyaknya gemerlapan malam dari lampu taman jalanan. Lebih meriah lagi adanya taburan bintang yang ada di langit malam itu. Rasanya ada yang aneh semenjak Rio terus bersama dengan kakak kelasnya semakin mesra. 

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT