CERBUNG - INDIGO

Lian 30 September 2022 17:41:08 WIB

CEMBURU BUTA (1)

 

Hari merangkak malam, lembayung membingkai swastamita. Kesenduan meliputi Putra, ia mondar-mandir gelisah di teras depan menunggu adiknya yang belum pulang juga. Sejak siang Lily tak kelihatan batang hidungnya. Di kampus tadi Lily hanya bilang ingin ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas harian, tapi biasanya tak sampai selarut ini.

“Dek, lo di mana sih kok belum pulang?” Putra mengirim pesan suara ke nomor kontak Lily namun tak ada tanda-tanda pesan itu dibaca.

Putra makin gelisah ketika waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, adiknya itu belum pulang juga. Beberapa kenalannya sudah ia tanya, tapi mereka juga tak mengetahui di mana adiknya pergi.

“Gua nggak tau di mana si boncel, tapi gua bantuin buat nyari dia.” Suara Liondra dari seberang telepon.

“Tolong banget, Bro. Nggak biasanya juga dia pulang telat nggak ngasih kabar gini.” Putra masih mondar-mandir, tangan kirinya memegang benda pipih yang ia dekat ke telinganya.

“Lo jangan panik dulu. Coba tanya temen-temennya, siapa tau mereka lagi bareng si boncel.” Di seberang sana terdengar sangat berisik. Entah Liondra sedang ada di mana sekarang, debur ombak seperti menjadi musik latar di belakang sana.

“Udah, tapi mereka juga nggak tau Lily di mana.” Tanpa sadar Putra menggigiti kukunya. Ia gelisah, khawatir hal buruk menimpa adiknya. “Coba nanti gua minta tolong Arjuna untuk nyari Lily.”

Setelah mengatakan itu Putra mengakhiri panggilannya, ia belum menyadari bahwa ibunya sejak tadi mengawasi.

“Put, adekmu ke mana kok belum pulang?” Andin mendekati anak sulungnya yang terlihat kaget karena kehadirannya.

“Tadi sih bilang kalo mau ke perpus dulu, Bun. Cuma nggak tau ini kok belum pulang. Ini Putra lagi tanya ke temen-temennya.” Putra menunjukkan telepon pintarnya yang menampakkan sederet chat dengan beberapa orang.

“Sebaiknya kamu jemput, sudah nggak ada angkutan umum yang lewat daerah sini kalo jam segini.” Andin menyuruh anak sulungnya itu menyusul Lily. Wanita paruh baya dengan anggun mencoba menunjukkan ketegaran dalam sikapnya meski ia khawatir dengan keselamatan anak perempuannya.

“Kalo gitu Putra pamit dulu, Bun.” Anak yang baik, Putra tertular ketegaran dan kebulatan tekad ibunya. Pemuda 20 tahun itu mengendarai motornya menuju kampus, ke perpustakaan untuk memastikan adiknya ada di sana.

Di tempat lain, di ruangan yang gelap beberapa orang sedang mengerubuti gadis yang terikat di kursi. Tubuhnya kotor dipenuhi debu karena sempat tersungkur ke lantai gudang kecil tak terjamah di sudut kampus. Tempat yang terabaikan itu kini menjadi sarang bagi gadis-gadis nakal untuk merundung orang lain.

“Sudah gua bilang jauhi Arjuna. Bebal banget ya lo jadi orang?” Orang itu adalah Adelia. Adelia menjambak rambut Lily yang berantakan hingga si empunya mendongak, meringis menahan sakit.

“Ganjen banget jadi cewek. Udah tau Arjuna itu lakinya Adelia tapi masih aja kegatelan lo sama dia. Ngaca, lo tuh jauh kalo dibandingkan sama Adelia.” Salah satu teman Adelia menoyor kepala Lily yang bahkan tak bisa menghindar karena kaki dan tangannya terikat.

Lily berusaha meronta ingin melepaskan diri namun ikatan itu terlalu kencang. Rambut awut-awutan, pakaian kotor dan mulutnya disumpal. Bagaimana ia harus melarikan diri dari orang-orang biadab ini?

Lily dijambak dan ditampar. Ia menjadi bulan-bulanan Adelia dan teman-temannya. Hal itu terus berlanjut hingga terdengar nada dering dari Android Adelia.

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT