CERITA TEENLIT

Lian 29 Juni 2022 20:12:13 WIB

MALAIKAT DI MIMPIKU (6)

 

Keramaian itu terus berlanjut sampai Diandra merasa sesak. Ia ingin hidup. Ia ingin berusaha tetap bernapas demi orang-orang yang selalu mendukungnya. Namun, penguasa maut tak dapat ditentang.

"David, apakah alam baka itu mengerikan? Aku tak sanggup bila di sana aku harus merasakan sakit seperti ini lagi." Entah sejak kapan Diandra bersandar dalam pelukan David. Tubuhnya menjadi kurus, pipi yang biasanya tembam kini menjadi cekung.

"Mmm, kau tak akan tau kalau kau belum ke sana. Tempat yang akan kau tuju tidaklah buruk, kau bisa percaya padaku mengenai itu." Tangan David membelai rambut Diandra dengan konstan. Bibirnya tertarik dengan kaku, ia harus merasakan kehilangan Diandra untuk ke sekian kalinya.

"Aku lelah, David. Aku hanya ingin istirahat." Diandra merasa kelopak matanya jadi berat dan napasnya sesak bagai terhalang sesuatu yang transparan. Perlahan Diandra menutup matanya dan napasnya mulai melemah. Wajah damai itu membuat Tea menggigit bibirnya menahan isak, air mata tak lagi dapat ia bendung.

"Tidurlah dengan damai, Cintaku. Kita akan segera bersama kembali." Suara David bergetar, teredam tubuh Diandra yang ia peluk erat. Hatinya bagai tercabik merasakan suhu kulit Diandra semakin turun. Diandra mengembuskan napas terakhirnya dalam dekapan David.

David meraung, enggan melepaskan tubuh tanpa nyawa di lengannya. Air mata semakin deras mengalir saat berbagai ingatan dari kehidupan Diandra sebelumnya muncul kembali di benaknya. David berharap kali ini adalah terakhir kalinya ia menyaksikan kematian kekasih hatinya.

Manusia tak akan pernah tahu kapan mereka bisa bahagia atau nelangsa, kapan mereka akan diberi sakit atau bahkan ajal. Diandra tak terkecuali. Dia harus menjalani karmanya sebagai hukuman dosa di masa lalu.

Tubuh fana Diandra berbaring di bawah nisan dan akan kembali menjadi tanah. Namun, roh Diandra telah bebas dari karma.

"Diandra, saatnya kita pulang." Di dekat nisan bertuliskan 'Diandra Selvy' David mengulurkan tangannya pada sosok transparan yang terus memandangi nisan bertuliskan namanya.

"Aku benar-benar mati, ya?" Diandra menoleh pada David yang masih setia mengulurkan tangannya, menunggu kekasih hatinya menyambut.

“Mmm, ini kematian terakhir yang harus kau jalani sebagai hukumanmu karena seratus tahun lalu kau mengabaikan tugasmu sebagai malaikat pembimbing dan malah terpikat oleh roh manusia yang seharusnya kau bimbing ke surga dan malah menyembunyikannya.” David mengulas senyum maklum saat mendapati Diandra mengerutkan alisnya. Ia tahu pasti apa yang ada di pikiran Diandra.

“Jadi aku dilempar ke dunia fana dan harus menjalani karma selama seratus tahun? Sudah berapa kali aku mati?” Diandra menoleh ke arah David, di wajahnya bagai tergambar tanda Tanya besar.

“Enam kali.” Ucapan David membuat Diandra meringis. Ia merasa miris pada nasibnya sendiri.

“Kenapa karmaku selalu mati muda?” Entah kenapa Diandra merasa kesal dengan hukuman yang ia terima. Ia sadar ia salah, tapi tidakkah terlalu kejam kalau dia dihukum seperti ini. Sama halnya ia dilahirkan hanya untuk menderita.

Bukannya menenangkan Diandra yang sedang kesal, David malah menahan tawa melihat tingkah kekasih yang telah lama ia tunggu itu.

“Diandra, kebahagiaan itu bukan untuk dicari atau tunggu, tapi untuk diciptakan.” David menelusupkan jemarinya di antara jari-jari ramping Diandra lalu menggenggamnya, menarik genggaman itu dan mengarahkan ke bibirnya. Ciuman ia daratkan di punggung tangan Diandra yang tersandera olehnya. Hangat dan dalam, menyalurkan kerinduan selama seratus tahun. Pada masa-masa itu David hanya dapat mengamati kehidupan Diandra sebagai manusia, lahir, tumbuh lalu mati. Namun, sekarang Diandra ada bersamanya.

“Ck, kenapa aku hanya ingat semua rayuanmu?” Diandra berdecak, malu dengan segala perlakuan David padanya. Sesungguhnya yang paling ia ingat adalah raungan pilu tiap kali David melihatnya meregang nyawa, dan akan tersenyum kala Diandra dilahirkan kembali menjadi bayi tanpa cela.

Tell you

A million tiny things that

You have never known

It all gets tangled up inside

Tell you

A million little reasons

I'm falling for your eyes

I just want to be where you are

“Diandra, ayo kita pulang ke rumah kita yang sebenarnya.” David menarik Diandra bersamanya. Kakinya mulai mengambang saat sayapnya berkepak, perlahan semakin tinggi dan membawa Diandra menentang gravitasi. Membumbung tinggi ke isana di balik awan yang tak akan pernah makhluk fana temui.

 

 

Tamat

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT