CERITA TEENLIT

Lian 29 Juni 2022 20:11:51 WIB

MALAIKAT DI MIMPIKU (3)

 

Kali ini Diandra duduk di awan yang berarak. Sepi, ia tak melihat sosok yang selalu ada di mimpinya. Diandra mencari-cari sosok bersayap itu namun nihil, hanya awan yang ada di sekitarnya.

"Diandra." Suara asing memanggil namanya, si empunya menoleh ke belakang dan bersitatap dengan mata jernih.

Tanpa terduga, Diandra tersenyum lalu bangkit dan hendak menghampiri sosok itu. Sayang, pemuda bersayap itu kembali pudar.

"Tidak, jangan pergi. Tunggu!" Diandra berteriak tak rela ditinggalkan oleh sosok itu. Tangannya menggapai-gapai kekosongan, tubuhnya terguncang dan sakit. Terasa sangat nyata untuk disebut mimpi.

Dengan enggak Diandra membuka matanya, mendapati Nara yang menatapnya penuh khawatir. Ada apa dengan Nara?

"Diandra, kau tak apa?" tanya Nara sambil mengulurkan tisu untuk menyeka hidung Diandra.

"Kenapa wajah khawatirmu itu? Aku hanya tidur sebentar, rasanya lelah sekali." Diandra mengambil tisu yang digunakan Nara untuk menyeka hidungnya, tak nyaman dengan respons berlebih dari Nara.

"Kau berdarah." Nara menggenggam paksa tangan Diandra lalu menunjukkan noda darah pada tisu di tangan temannya itu. "Aku tau ini pasti terjadi, makanya aku selalu memaksamu ke dokter. Tapi memang dasar bebal, kau selalu ngeyel."

"Aku hanya kelelahan, Ra. Akhir-akhir ini aku juga tidur dengan cukup berkat kau, jadi kurasa tak perlu periksa ke dokter." Bukannya tak mempedulikan kesehatannya namun Diandra merasa tubuhnya biasa saja selain limbung dan sakit kepala seperti biasa karena kurang tidur. Dia merasa istirahat dengan cukup saja sudah cukup.

"Kau selalu seperti ini, tak pernah peduli dengan diri sendiri." Nara hanya bisa pasrah, memijat kepalanya yang ikut-ikutan sakit karena memikirkan Diandra yang bandel. "Kalau kondisimu semakin parah, aku akan menyeretmu ke rumah sakit. Tanpa bantahan."

Diandra terpaksa mengiyakan Nara. Ia tak ingin berdebat karena sulit baginya untuk beradu mulut dengan manajernya itu.

***

Gemerlapnya panggung dan sorak-sorai penonton bagai baterai pengisi daya bagi Diandra. Mereka terbuai dengan lagu yang ia lantunkan, bahkan terpesona oleh senyum dan kerlingan gadis itu. Mereka bahkan tak memperhatikan wajah Diandra yang pucat

"Kerja bagus, Diandra." Nara menepuk pundak Diandra saat ia turun dari panggung. Ia tahu betul bahwa Diandra adalah orang yang kompeten, itu membuat Nara bangga menjadi manajernya.

Lalu lalang orang yang sibuk menyiapkan panggung untuk penampilan berikutnya membuat pandangan Diandra berputar. Oksigen di sekitarnya bagai terpelintir dan membuatnya tercekik. Riuh suara membuat telinga Diandra tiba-tiba pengang. Bahkan, kakinya terasa seperti tak menapak bumi.

Diandra menggigil, kakinya mendadak lemas. Diandra tersengal dan pandangannya jadi miring, terjatuh. Namun, sebelum ia merasakan kerasnya tanah semua menjadi hitam. Diandra kehilangan kesadaran dan tersungkur di tanah.

Kehampaan, ruang kosong yang terasa luas namun tak dapat melihat apa pun meski Diandra membuka matanya lebar-lebar, hanya gelap yang menemaninya saat ini. Sayup-sayup ia mendengar gemericik air dan hawa dingin yang menusuk kulitnya. Diandra masih tak tahu di mana ia berada karena gelap seperti membalut matanya.

"Diandra, kenapa hal ini harus menimpa dirimu?" Itu suara Nara.

"Nara, kau di mana? Kau bisa mendengarku, 'kan?" Diandra berteriak namun suaranya hanya menggema saja tanpa sahutan dari Nara yang ia panggil. "Jangan bercanda, Ra. Keluarkan aku dari tempat ini.

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT