CERBUNG - INDIGO

Lian 29 Juni 2022 20:10:58 WIB

KEMARAHAN ALAM ITU MENGERIKAN (9)

 

“Da-darah. Di-dia kenapa?” Pendaki gondrong tadi takut begitu samar melihat noda darah pada wajah Lily. Keras kepalanya larut bersama rasa ngeri saat mengetahui darah tak kunjung berhenti. “Dia … dia tak terinfeksi penyakit menular, ‘kan?”

“Bisa diam nggak lo? Dari tadi berisik aja lo.” Liondra yang sejak tadi fokus pada Lily pun geram mendengar ocehan satu orang.

“Heh, kok lo nyolot?” Pemuda gondrong itu tersulut mendengar ucapan Liondra.

“Pengen tau kenapa bocah ini jadi kek gini? Semua karena lo pada rusuh mulu dari tadi.” Liondra menatap nyalang orang-orang yang berdiri di sekelilingnya.

“Ngapain lo jadi nyalahin kita? Nggak ada hubungannya kali. Lagian dari tadi kita nggak banyak omong.” Pemuda gondrong yang jadi sasaran kemarahan Liondra tak terima dengan tuduhan Liondra.

“Bukan mulut kalian, tapi pikiran picik kalian yang hanya mementingkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain.” Liondra tak mengendurkan kerutan di keningnya. Giginya gemeretak menyadari orang seperti inilah yang paling dia benci, tak mau mengakui kesalahannya. “Bocah ini punya kemampuan telepati, dia bisa baca pikiran. Segala pikiran buruk, penolakan, bahkan pikiran kalian yang meremehkan dan menyalahkannya hanya bisa ia tanggung sendirian. Dia sadar tak bisa berbuat apa pun untuk meluruskan itu kecuali berhasil membawa kalian keluar dari sini.”

“Lalu apa masalahnya? Bukan salah kami memiliki pikiran seperti itu. Malahan aneh bila kami harus percaya omongan kalian yang belum tentu benar itu. Aku juga tak minta diselamatkan.” Kali ini gadis yang sebelumnya ingin menerobos kobaran api untuk menyusul kekasihnya. Ia tak merasa perlu mengucapkan terima kasih karena telah diselamatkan Lily saat itu, malahan sekarang ia mengumpat karena menganggap Lily mencampuri urusannya.

“Bisa diem nggak sih lo? Dungu emang, ya? Nggak ngucapin makasih malah seenak jidat nyalahin orang. Masalah nggak akan selesai cuma karena lo udah mati. Mikir nggak lo kalo kematian akan buat masalah tambah runyam, keluarga lo gimana? Temen-temen lo? Pendek amat pikiran lo, ck.” Liondra memancarkan aura permusuhan pada gadis yang tak tau balas budi itu.

“Cukup, kondisi gadis ini lebih penting daripada argumen kalian. Kalo kata lo itu bener, berarti sejak kebakaran kemarin dia udah tertekan. Kericuhan menekan mentalnya sehingga kondisi fisiknya juga terpengaruh. Sebaiknya kita usahakan buat nggak mikirin apa-apa dulu biar nggak mengganggu pikirannya.” Pendaki berpakaian kotak-kotak angkat bicara. Dia mengabaikan pandangan miring mengenai perkataan Liondra yang biasanya akan dianggap mengada-ada oleh orang lain. Sebaliknya, ia seperti dapat menerima hal itu dengan mudah dan beradaptasi dengan cepat seperti halnya itu bukan kali pertama ia mendengarnya.

“Lo nggak merasa gua aneh tiba-tiba cerita kalo adek gua bisa baca pikiran orang, atau kenapa dia bisa tau jalan ke kaki gunung tanpa lewat jalur aman yang biasanya dilalui para pendaki?” Liondra curiga dengan sikap ramah pendaki berbaju kotak-kotak itu sejak awal. Pengalamannya mengatakan bahwa sangat sedikit orang yang dapat menerima kelebihan orang lain dengan tulus, kecuali dia sendiri juga bersinggungan dengan hal itu.

Pendaki berbaju kotak-kotak itu hanya tersenyum melihat tatapan Liondra menyelidikinya. Ia hanya menghela napas maklum. Toh, mereka juga belum lama bertemu, wajar bila masih ada keraguan.

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT