CERBUNG - INDIGO

Lian 29 Juni 2022 20:10:33 WIB

KEMARAHAN ALAM ITU MENGERIKAN (6)

 

Liondra mendongak sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Frustrasi yang mendalam bercokol di benaknya karena kali ini menyangkut nyawa mereka.

“Gua tau. Gua sangat tau. Tapi nggak bisa apa lo mikirin nyawa lo dulu ketimbang ngikutin gambaran masa depan yang lo liat? Pikirin dulu dampaknya. Lo itu serampangan, Ly. Gua nggak mau ambil resiko, gua udah janji sama abang lo kalo gua bakalan jagain lo.” Liondra menunjuk Lily tepat di wajah gadis itu. Wajah merah Liondra menandakan seberapa keras ia menahan kemarahan karena keputusan sulit yang harus ia ambil. Mengikuti kemauan Lily dan membahayakan nyawa mereka karena menerobos api atau mengabaikan kehidupan yang sedang dilahap api.

“Lily paham, Bang. Tapi rasa bersalah bakalan menggerogoti Lily kalo Lily mengabaikan mereka.” Tatapan Lily meredup. Bukan rasa keadilan yang sedang ia perjuangkan, melainkan nurani yang menandakan ia adalah manusia.

Sorry, sepertinya gua ngeremehin kebodohan lo.” Liondra tak punya pilihan lain selain menghela napas. Ia menaikkan sebelah alisnya saat melihat Lily tersenyum lebar hingga memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

Liondra butuh beberapa menit untuk menimbang keputusannya hingga ia menatap Lily sepenuhnya.

“Lo punya cara buat nyelametin mereka?” Pada akhirnya Liondra mengalah dan menuruti kemauan Lily.

“Di sana.” Lily menunjuk ke arah pohon-pohon yang berdiri dengan gagah. Misteriusnya sama sekali tak tersentuh api. Di sela pepohonan itu terdapat kabut hitam menyerupai manusia sedang menunjuk ke sebuah jalan setapak. “Dia bilang kita aman lewat sana.”

“Dari mana lo tau?” Liondra sangsi dengan keyakinan yang dimiliki Lily. Bukan karena ia meremehkan intuisi Lily, hanya saja Liondra sadar bila tak semua makhluk astral itu baik. Sama seperti manusia, mereka ada yang baik dan ada juga yang jahat.

“Sejak kita turun gunung aku menyadari sosok itu. Lebih tepatnya kicauan Hala yang tak biasa menyadarkanku pada kehadiran makhluk itu. Dia mengikuti kita.” Beginilah Lily, ia tak pernah membedakan perlakuannya pada manusia atau makhluk astral. Bagi gadis itu mereka sama-sama hidup karena dia tumbuh dengan mengetahui keberadaan mereka di sekelilingnya.

“Lo yakin? Mana tau itu cuma ilusi. Kalo salah langkah kita juga bakalan ikut terlalap api, bisa mati kita.” Liondra tak bisa tenang, ia bergerak dengan gelisah. Rasionalnya tenggelam dalam kecemasan.

“Tak ada pilihan lain, Bang. Kita harus mencobanya.” Lily sudah membulatkan tekadnya, Liondra dapat membacanya dari pancaran mata gadis itu.

Benar, mereka tak punya pilihan selain mencoba.

Liondra dan Lily berlari kembali ke lokasi kebakaran. Mereka merasakan hawa panas menyengat bahkan dari jarak 10 meter dari lokasi itu. Bau gosong yang memuakkan menyentil indra pencium mereka. Tekanan oksigen tersapu oleh asap karbon, membuat mereka kesulitan bernapas.

Pemandangan yang mereka saksikan sangat mengerikan. Tubuh terbalut api menggeliat kesakitan. Orang-orang yang berhasil menjauh dari kejaran si merah menatap rekan mereka termakan api dengan putus asa. Tangisan, jeritan. Apa lagi yang bisa mereka lakukan untuk melawan api yang sedang murka.

Tanpa pikir panjang Lily menambah kecepatan larinya. Ia menantang api untuk menarik seorang gadis yang tiba-tiba ingin masuk dalam kobaran api. Entah gila atau apa, gadis itu meronta saat Lily memaksanya agar menjauh dari jilatan api. Gadis itu meronta dan terus memanggil sebuah nama, memanggil kekasihnya yang habis dilalap si merah.

 

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT