CERBUNG - INDIGO

Lian 29 Juni 2022 20:10:17 WIB

KEMARAHAN ALAM ITU MENGERIKAN (4)

 

Lengkungan bibir Lily semakin naik, matanya terpaku dengan apa yang disuguhkan alam di depan matanya. Merasa dimanjakan, Lily lupa dengan kesal hatinya yang sudah dua hari tak mereda.

“Tempat tinggalmu ternyata indah, Hala.” Lily masih menerawang menatap hijau berpadu dengan biru langit, meresapi hangatnya paparan sinar matahari.

“Hala?” Liondra menoleh ke arah Lily, meninggalkan keindahan lukisan yang disajikan alam begitu mendengar nama asing terucap dari mulut Lily.

“Nama yang aku berikan pada si jalak.” Lily menoleh ke samping kiri, lebih tepatnya ke arah jalak yang bertengger di bahunya. Telunjuknya mengusap kepala jalak yang berkicau sambil memejamkan matanya.

“Lo yakin dia burung biasa, bukan siluman? Jinak amat.” Liondra bergidik melihat tingkah burung kecil yang dirawat Lily selama perjalanan mereka ke puncak Lawu. Kondisinya memang semakin membaik meski perban masih membebat sayapnya.

“Hus, ngawur. Binatang pun bisa membedakan orang baik sama yang enggak. Malahan mereka lebih peka, Bang.” Lily mengatakannya dengan serius lalu kembali menggosok dagu burung kecil itu.

“Lo bener. Binatang punya insting yang bagus mengenai itu. Kalo dia bisa ngomong mungkin dia bakalan bilang makasih sama lo.” Liondra menunjuk Hala yang masih setia bertengger di bahu Lily.

Memang benar, jalak yang hampir mati itu selamat berkat Lily terus-menerus menyalurkan prana untuk menyembuhkannya. Ajaib, burung kecil itu mengalami pemulihan tiga kali lebih cepat dari seharusnya.

Lepas dari hiruk pikuk dunia luar, Lily ingin merasakan sedikit kedamaian tanpa mendengar jerit pikiran bebal orang-orang yang tertangkap olehnya. Itu bukan kemauannya, tapi juga bukan sesuatu yang dapat ia kendalikan. Menelusuri penglihatan masa lalu mereka cukup melelahkan meski tanpa sengaja Lily lakukan. Karena hal itulah ia lebih suka menyendiri.

Dengan sendiri Lily tak perlu membaca pikiran orang, bahkan ia tak perlu menerawang masa lalu atau masa depan mereka tanpa sengaja. Gadis kecil itu menahan semua sesaknya prasangka dengan tubuh ringkihnya. Hati Lily sebenarnya tak cukup lapang namun berkat segelintir orang yang mau menerima keanehan itu ia dapat bertahan. Setidaknya ia dapat merasakan apa itu kasih yang tulus. Dia bisa menerima apa adanya.

“Pagi yang menyenangkan. Ini kali pertamanya pikiranku sunyi tanpa menangkap pikiran buruk orang lain.” Lily mengangkat kedua tangannya ke atas melakukan peregangan. Malam di puncak Lawu begitu nyaman hingga membuatnya ingin terus terlelap, sama sekali jauh dari perkiraannya bila mengingat perjalanannya kemarin beberapa kali ia diganggu hantu penunggu.

“Berisik lo. Biarin gua tidur lebih lama lagi. Bentar lagi.” Lucu melihat Liondra mengigau. Ia bergelung dalam kantong tidurnya sambil terus menggerakkan bibirnya bagai mengecap sesuatu.

“Bukankah dia lucu, Hala?” Lily menertawakan igauan Liondra.

Sudah berapa lama Lily tak secerah ini? Ia terasa sangat menikmati hidup, tak menahan diri seperti biasanya. Hatinya bagai bersinar, ia bermain-main dengan Hala di telapak tangannya. Burung itu menerima uluran tangan yang mengusap kepalanya dengan senang hati.

Tanpa diminta Lily menangkap potongan kejadian yang mengerikan. Api melahap hutan yang menjerit kesakitan. Panas yang meliuk ke udara terasa nyata. Bau gosong menyentil indra pembau, mendorong rasa mual karena daging terbakar.

Untuk sesaat mata Lily terlihat rumit.

“Sialan!” Itu bukan Lily melainkan Liondra. Pemuda itu melonjak bangun dari tidur nyenyaknya secara tiba-tiba.

 

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT