CERBUNG - INDIGO

Lian 29 Juni 2022 20:10:07 WIB

KEMARAHAN ALAM ITU MENGERIKAN (3)

 

Aku merasakan orbs mengambang di sekitar mereka berdua. Aneh, biasanya ini tak terjadi pada pendaki yang lain. Apa mereka nyaman berada di sekitar Liondra dan Lily?

Bila orang bisa menatap bola kecil tak kasat mata itu pasti mereka akan sangat takjub. Keindahan penuh misteri orbs yang tak dapat dinikmati oleh mata telanjang. Jiwa-jiwa malang yang tertunda kembali ke alam baka, ironisnya terpampang indah menjadi gumpalan energi yang bercahaya.

Aku memeluk kehadiran penuh kasih yang memiliki hati rapuh itu hingga sang fajar memanggil mereka agar terbangun. Lily yang bergelung dalam kantung tidurnya, berlindung di bawah tenda dengan burung kecil mencicit di sebelah kepalanya. Berbeda dengan Liondra yang memilih mengistirahatkan tubuhnya langsung di bawah kubah langit tanpa mengenal rasa dingin yang sejak semalam bekerja keras berusaha menembus jaket pemuda itu.

“Pagi, Ly.” Liondra menoleh ke arah tenda yang baru saja terbuka. Kepulan asap dari cangkir di tangannya menghantarkan aroma kopi yang baru saja ia sedu untuk menghilangkan kantuk.

“Pagi, Bang.” Lily keluar dari tenda sambil menggosok matanya, tak lupa si jalak kecil meringkuk di tangan kanannya.

“Sarapanlah lalu kita lanjutkan perjalanan kembali.” Liondra mengulurkan satu cup mi instan yang telah disedu sebagai menu sarapan seadanya.

Memang benar, aku mendengar rencana mereka melalui bisikan angin beberapa hari yang lalu saat mereka masih di kampus. Mereka ingin mendaki hingga ke puncak Lawu.

Saat itu Lily kelihatan senang mendengar ajakan Liondra walau Putra menentangnya karena itu berarti Liondra mengajak adiknya bolos kuliah. Tentu saja Lily senang, dia dapat menghindari Arjuna yang selalu mencarinya bila dia ikut Liondra mendaki. Paling cepat itu akan memakan waktu satu minggu.

“Bang, ada yang tersesat.” Kata Lily tiba-tiba saat mereka sedang mendaki jalan yang cukup curam.

“Hah, dari siapa lo tau?” Liondra menoleh ke belakang sambil agak menunduk karena ia berjalan lebih dulu untuk membantu Lily melewati tanjakan.

“Dari eyang yang ada di sana. Katanya hati-hati, sudah ada yang tersesat.” Lily menunjuk ke samping kirinya. Jauh di bawah pohon besar tampak seorang kakek berpakaian lurik berdiri melambaikan tangan. Sosoknya yang tembus pandang sudah pasti itu adalah lelembut penunggu hutan.

“Ah, gua lupa bilang sama lo. Di sini memang angker.” Liondra bicara dengan ringan. Tawanya seperti orang tak berdosa. Mempertimbangkan ekspresinya, Lily sepertinya siap memberi satu pukulan telak.

Gadis itu cemberut mendengar Liondra terlambat memberinya informasi penting. Pemuda yang sudah seperti kakak kandung baginya itu terlampau santai menghadapi segala sesuatunya, bagi Lily itu adalah poin negatif, sama sekali tak menguntungkan.

Sepanjang jalan Lily menggerutu. Ia berusaha mengabaikan penampakan tembus pandang dan suara-suara menggaung yang sudah hampir sepuluh kali ia jumpai. Gagal. Ia terlihat benar-benar kesal pada Liondra karena mengajaknya mendaki di gunung angker seperti ini.

“Ck. Udah kenapa, Ly? Dari kemarin loh ini lo manyun mulu gitu.” Liondra mencubit pipi Lily dan menikmati ekspresi gadis itu. Sorot mata Liondra sarat akan kasih, menatap Lily dengan hangat.

Tak ada respons yang cukup berarti. Lily masih bergeming, mempertahankan wajah datarnya sebagai bentuk unjuk rasa.

“Hah, sia-sia gua ajak lo ke sini kalo muka lo kek gitu. Pemandangan surga dunia jadi hambar. Nggak mau apa lo nikmatin ini semua?” ucah Liondra pada akhirnya. Ia menunjuk pemandangan yang terhampar bagai permadani. Awan yang mengambang mempercantik tampilan lukisan Tuhan.

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT