CERBUNG - THE DESTINY OF MY SOULMATE

Lian 26 Maret 2022 09:43:36 WIB

AJAIB (1)

 

Reita dan Rafael mengalami demam tinggi, tangisnya memilukan tiap orang yang mendengarnya. Kulit mereka berubah kemerahan akibat suhu tubuh yang semakin naik.

"Al, bagaimana ini ... kenapa anak-anak tiba-tiba jadi seperti ini?" Juria berkaca-kaca menatap kedua buah hatinya yang terus merengek di atas tempat tidur.

"Tenanglah Juria, Alex dan Luoise akan menemukan cara untuk menyembuhkan mereka." Suara tenang Alan berbanding terbalik dengan batinnya yang berkecamuk. Pikirannya terus berputar, menggali kembali ingatan selama ribuan tahun masa hidupnya namun ia tak menemukan apa yang ia cari. Alan mencari ingatan tentang kasus serupa dengan apa yang dialami anak-anaknya, sayang sekali ini pertama kalinya ia menemukan bayi werewolf bisa seringkih ini, bahkan bayi yang lahir dari manusia dan werewolf di sekitanya saja tak pernah mengalami kondisi seperti ini.

Beda Alan maka beda lagi Martin. Pemuda itu tertegun melihat mate-nya meronta dengan tangisan yang seakan merobek-robek jiwanya. Martin menahan diri untuk tidak menerjang Reita yang sedang dirawat Luoise menggunakan ramuan penyembuh, ia mengertakkan giginya karena tangisan Reita malah semakin menjadi.

Air mata Martin hampir saja menetes ketika mendengar teriakan kesakitan Reita. Ia memalingkan wajah dengan mata tertutup rapat, menghindari pemandangan yang sama sekali tak pernah ia bayangkan akan begitu menyakiti hatinya. Kepalan tinjunya semakin erat, tak peduli kukunya sendiri telah merobek kulit.

"Reita ...." Martin merintih menahan kekuatannya, jangan sampai ia menerjang Luoise dan merobeknya menjadi berkeping karena membuat Reita semakin kesakitan.

"Kenapa jadi seperti ini?" Luoise mengusap keringat yang mengucur deras di dahinya melihat kondisi dua keponakannya malah semakin parah.

"Luoise, apa yang kau berikan pada mereka?!" Alan menyentak lengan Luoise, membuat gadis itu berbalik menghadapnya dengan tatapan terkejut.

"Ma-maaf Alfa, saya memberikan ramuan penyembuh untuk menurunkan panas. Tapi ... tapi mereka malah semakin kesakitan." Luoise gemetar merasakan aura intimidasi Alan yang diarahkan padanya. Luoise hanya dapat menundukkan kepala dan gemetar.

"Reita ... Rafael ... bertahanlah, Nak. Bertahanlah." Juria bersimpuh di sebelah ranjang yang digunakan si kembar, ia menggenggam tangan-tangan kecil mereka.

Juria ikut menangis bersama anak kembarnya, ikut merasakan sakit yang diderita mereka. Getir, melihat bayinya kejang dan berderai air mata.

"Aku akan membunuh diriku sendiri bila Tuan Putri meninggalkanku." Martin berkata lirih, suaranya nyaris tenggelam oleh tangis dan teriak kesakitan. Mata pemuda itu merah, menahan semua emosi yang bercampur aduk antara pilu, maran dan rasa tak berdaya.

Keadaan itu berlangsung hingga tengah malam, orang-orang terlelap karena lelah berupaya memulihkan kondisi calon alfa masa depan. Tak ada lagi suara tangis dan jerit kesakitan Reita dan Rafael, hanya ada suara dengkuran halus.

Reita dan Rafael meringkuk di bawah selimut tebal yang menjaga mereka tetap hangat. Juria masih dalam posisinya, telungkup di pinggir ranjang dan menggenggam tangan anak-anaknya. Jejak air mata tampak jelas di pipinya yang memerah karena sering diusap. Wajah sedihnya masih terlukis jelas meski sedang terlelap.

Martin berdiri tegap, berjaga di luar kamar. Perasaannya sudah sedikit lebih tenang begitu Reita tidak lagi menangis kesakitan.

Alan berada di ruang penelitian milik Alex, masih mencari tahu penyebab keanehan yang dialami putra-putrinya. Bersama Luoise dan Alex, ia mempelajari dokumen tua dan membuat berbagai macam racikan obat untuk si kembar.

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT