CERITA TEENLIT

Lian 26 Maret 2022 09:43:27 WIB

NUANSA (37)

Karya : Ei_Shaa_

 

Di sini, Lapangan basket yang Rio janjikan dengan kesepakatan Syifa. Istirahat selanjutnya setelah mereka bertemu tidak Syifa tepati. Sebaliknya, Syifa mengambil kesempatan saat pulang sekolah. Menurutnya kalimat ini akan lebih tepat jika Rio yang menerimanya dari pada orang lain dalam klubnya. Rio sebagai salah seorang teman yang sudah lama mengenal Ardan tentunya.

“Lo tahu kan gimana sikap Ardan dan orang tuanya?”

“Iya, gue udah tahu sejak lama kok.”

“Gue cuma mau bilang, akhir-akhir ini Ardan sempat dilarang main basket dan dia mungkin harus nerusin studinya di luar negri. Gue tahu seberapa cintanya sama basket sejak kecil. Tapi keinginan ayahnya buat pergi pada tempat asing yang bahkan gue pun nggak tahu Ardan bakalan nyaman atau enggak.” Rio masih menyimak apa yang sebenarnya ingin Syifa sampaikan padanya kali ini.

Please, ini penting bagi gue, Gue tahu kok. Turnamennya sebentar lagi dan kalian semua berharap Ardan masih ikut turnamennya. Tapi berulang kali gue pikir ini adalah sesuatu hal yang mustahil. Ini tahun terakhirnya mungkin dia masih nyolong waktu buat main basketnya. Malam itu setelah debat hebat yang mereka lakukan. Ardan tidak dalam kondisi yang baik. Ini pilihan yang berat bagi gue untuk terus memaksa Ardan ikut lagi dalam klub. Ini buat yang terakhir kalinya gue bakal bujuk Ardan buat ikutan.”

“Iya, Gue ngerti kok nggak mudah bujuk Ardan. Jadi gue harap ini berhasil ke elo. Apapun hasilnya, semoga dua minggu lagi dia hadir di turnamennya. Yah … mungkin, buat yang terakhir kalinya.” Ujar Rio melemah di kalimat terakhirnya. Ini memang mengharukan baginya.

Setelah kalimat mereka tersampaikan. Syifa berjalan pulang. Syifa sempat terhenti beberapa kali di tengah jalan. Manik matanya memandang riuhnya jalan yang begitu ramai kendaraan dan beberapa toko yang mencuri perhatiannya. Keadaan yang tidak jarang ia rasakan tapi begitu terasa lebih berat saat ia mulai menyadarinya. Untung saja ia sudah mengatakan pada bibinya untuk berhenti bekerja di rumah Ardan lagi. Setidaknya ia sudah mengatakan itu pada ibunya dan tidak aka nada orang lain yang memaksanya untuk menyampaikan sesuatu pada Ardan atau semacam para perempuan yang mulai membicarakan dirinya yang sering berangkat bersama dengan Ardan. Syifa kurang nyaman dengan semua itu.

Tin!

Tin!

Sebuah suara klakson berasal dari belakangnya. Syifa yang merasa berjalan sesuai dengan aturan di koridor kini menoleh pada samping kanannya. Sebuah motor berwarna hitam berhenti di sampingnya persis. Tepat mata itu memandang celana dengan warna yang sama seperti seragam yang tengah dipakainya kali ini. Syifa sudah merasa sedikit ragu dengan itu. Tidak lama setelah mesin motor itu mati, lelaki itu melepas helmnya. Menyembulkan kepala dengan rambut berantakan sambil menatap Syifa dengan ekspresi yang tidak bisa diartikan.

“Naik, atau gue paksa?” Ujarnya menginstruksi. Jelas saja Syifa tidak bisa mengatakan apapun. Sontak sosok lelaki itu turun dari motornya menghampiri Syifa. “Kemari!” Ardan lantas menggandeng tangan Syifa mendekat pada salah satu toko bunga. 

“Mbak, bunga biasanya ya. Aku mau dua.” Ujarnya pada salah satu pemilik toko yang sudah mengerti dengan pesanan yang Ardan minta. Toko langganannya ini sudah kerap mendapat pesanan yang sama berulang kali. Sebab Ardan selalu kemari setiap dua hari sekali.

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT