CERITA HOROR - MISTERI RUMAH TUA

Lian 28 Desember 2021 19:42:31 WIB

UNFOGIVABLE (2)

 

Fathir bergerak gelisah saat mulut botol berisi cairan mencurigakan itu mendekat ke hidungnya, bau menyengat mengusiknya. Mimi dan Riri yang menyadari itu segera mendekati tempat Fathir berbaring.

"Bang ... Bangkau tak apa?" Riri mengguncang lengan Fathir yang dahinya mengerut karena meringis saat berusaha membuka matanya.

Fathir membuka matanya perlahan, kepalanya masih terasa berputar dan telinganya tak berhenti berdengung. Matanya yang belum fokus samar-samar melihat bayangan gelap mengelilinginya, Fathir terkejut dan beringsut ke arah kepala ranjang, meringkuk di sana sambil menggigil.

"Pe-pergi ... pergi! Jangan ganggu aku." Wajah pucat Fathir sama sekali tak membaik. Wajah ketakutan yang tenggelam semakin dalam dengan menatap waspada sekitar. Meringkuk semakian dalam dan menggulung tubuhnya, memeluk lutut dan terus meracau kalau dia ingin pulang, dia tak ingin ada di sana lebih lama lagi.

Teman-temannya bingung dengan kondisi Fathir, sebab saat makan malam pemuda itu masih ceria dan terlihat baik-baik saja, tak ada hal yang aneh. Mimi dan Riri susah payah menenangkan Fathir, memeluk dan menepuk punggung yang lebih tua.

"Aku ... aku melihat anak kecil, sekitar berada di usia 13 tahun merangkak sepanjang koridor. Ku-kurasa dia seorang gadis karena rambutnya panjang. Air mata darah terus mengalir dari matanya yang terpejam dan anak itu tak memiliki lidah. Jejak darah berceceran dari tubuhnya yang penuh luka, bau menyengat karena nanah mengherigoti dagingnya dan ... dan ...." Fathir menghentikan ceritanya, air matanya tumpah bercampur antara iba dan takut saat melihat sosok yang ia lihat beberapa waktu lalu.

"Mungkin itu halusinasimu, BangTak ada siapa pun saat kami menemukanmu di lorong. Setetes darah saja tak ada." Mimi mengangkat sebelah alisnya, menganggap pengalaman Fathir hanya bualan belaka, segera menelan rentetan kata yang akan kembali dia muntahkan bila Koko tak memperingatkannya untuk diam.

"Tapi aku benar-benar melihatnya, dia merangkak ke arahku." Fathir ingat betul suasana saat itu, angin dingin berhembus di ruang tertutup, bohlam berkedip beberapa kali sambil terombang-ambing hembuasan angin misterius itu. Hawa yang tiba-tiba mencekam sampai sosok anak kecil itu muncul, merangkak lurus ke arah Fathir.

"Intensitas seperti hantu itu tak ada, Bang. Itu hanya wujud pemikiran manusia karena terlalu takut saja." Riri yang selalu berpikir modern tak percaya dengan takhayul, ia lebih percaya dengan sesuatu yang bisa dijelaskan dengan logis seperti sains.

"Jadi kau ingin bilang bahwa Bang Fathir berhalusinasi dan mengada-ada?" Itu Jaka, dia bukannya percaya takhayul, tapi Jaka lebih memilih percaya pada segala kemungkinan yang bisa terjadi, tipe orang dengan pikiran terbuka. Tapi entah kenapa ia selalu naik darah bila beradu mulut dengan Riri, hal sepele pun mereka bisa jadi berdebat.

"Hei, aku tak mengatakan kalau Bang Fathir mengarang cerita, ya. Aku hanya ingin bilang mungkin Bang Fathir terlalu lelah hingga berpikir yang tak perlu." Riri membela dirinya dan diangguki Mimi. Mereka adalah orang dengan pikiran di frekuensi yang sama.

"Bisakah kalian diam? Lihat Fathir, apa dia kelihatan seperti orang yang mengada-ada?" Surya yang sejak tadi diam akhirnya bersuara. Ia bersedekap menatap Jaka dan Riri yang hendak adu mulut lagi. Surya tak habis pikir kepada dua orang itu, bisa-bisanya ribut dalam kondisi seperti ini.

"Cukup, cukup, sebaiknya kalian bantu Paman menyiapkan sarapan." Raka tak tahan melihat pemuda-pemuda itu bertengkar dan mempengaruhi suasana menjadi tak nyaman. Kebetulan hari sudah terang hingga ia memiliki alasan yang pas untuk melerai mereka.

 

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT