BUNGA BERDARAH (2)

Lian 30 September 2021 19:14:31 WIB

Hari yang ditunggu Warti semakin dekat, yaitu pernikahannya dengan Jaka. Tapi bukannya bahagia, Warti malah mengetahui kenyataan pahit.

"Aku mencintai Sukesih, kami sudah sejak lama menjalin kasih. Aku tak bisa menikahimu, Warti." Bagai disambar petir, perkataan Jaka menampar Warti yang mengharapkan kehidupan pernikahan yang bahagia bersama Jaka.

"Bukan … bukannya Akang sama Ayunimas?" Warti terlihat sangat syok mendengar kenyataan bahwa Jaka menjalin hubungan dengan sahabat nya, Sukesih.

"Bukan, kekasihku adalah Sukesih dan aku sangat mencintainya. Jadi, maafkan aku karena tak bisa memilihmu." Jaka dengan mantap mengutarakan apa yang ada di hatinya. Dia benar-benar mencintai Sukesih.

"Kamu jahat, Kang. Kenapa harus dengan sahabatku? Kenapa, Kang?" Warti menangis tersedu-sedu, air mata tak lagi dapat ia bendung. Tubuhnya terhuyung mengikuti ke mana kakinya melangkah. 

Tanpa sadar Warti telah berada di padang bunga, tempat Ayunimas dimakamkan. Warti merosot ke tanah, bersimpuh di dekat jasad Ayunimas dikubur, ia menangis. 

"Nimas, maafkan aku. Maaf karena aku telah tersulut kemarahan yang membuatku buta dan membuatmu meregang nyawa.” Warti masih ingat saat kedua tangannya melingkar di leher Ayunimas yang meronta dan bertanya kenapa Warti melakukan itu padanya namun Warti hanya membisu dan mempererat kenkeraman tangannya hingga Ayunimas kehabisan napas. Ia yang panik melihat Ayunimas tak bergerak lagi lantas mengendurkan tangannya dari leher gadis yang tubuhnya sudah lemas, lidahnya menjulur dan bola matanya membalik. Warti yang ketakutan langsung berlari meninggalkan gubuk, rumah sahabatnya, meninggalkan mayat Ayunimas tergolek di tanah yang dingin. 

Penyesalan selalu datang terlambat, Warti mengetahui yang sebenarnya setelah Ayunimas mati di tangannya. Ia membunuh orang yang tak bersalah, dan harus ditampar kenyataan bahwa kekasih Jaka adalah sahabatnya sendiri. Warti menangis sejadi-jadinya, meracau akan semua dosanya sampai tak menyadari bahwa Sukesih ada di sana, beberapa langkah di belakang Warti dengan membawa keranjang penuh bunga hasil petikannya.

“Jadi adikku mati kau bunuh?” Sukesih menatuhkan keranjangnya, suaranya menusuk, membuat Warti membeku karena tak berani menghadapi Sukesih. “Jawab aku, Warti!” Merasa tak dapat jawaban, Sukesih menjambak rambut Warti hingga mereka saling berhadapan.

“Kau sendiri kenapa merebut Kang Jaka dariku? kau yang paling tau kalo aku sudah lama mencintainya!” Warti meringis merasakan ngilu di kepalanya karena jambakan Sukesih. Ia memberanikan diri menatap balik sahabatnya yang murka.

“Tak ada yang tau kepada siapa pesasaan suka itu berlabuh, Warti. Sejak awal aku tak berniat merebut apa pun atau siapa pun darimu, tapi siapa yang memakasakan kehendaknya sekarang?” Sukesih menghempaskan Warti hingga membentur tanah, “bila kau marah, marahlah padaku. Alasan apa sampai kau membunuh adikku?” Sukesih menerjang Warti yang belun sempat berdiri, berguling-guling di ladang bunga yang sedang bermekaran.

Pertengkaran kedua gadis itu merusak padang bunga yang harusnya tampak indah, kelopak dan daunnya hancur berserakan. Sukesih memukul dan melempar apa pun yang dapat dijangkau oleh tangannya, membuat Warti kewalahan dan mau tak mau membalas untuk mempertahankan diri.

“Kembalikan adikku, kembalikan!” Sukesih berteriak, air matanya tak dapat ia bendung. Sahabat yang ia anggap seperti kandungnya sendiri telah membunuh satu-satunya keluarganya.

Warti tak dapat berkilah dari serangan Sukesih yang membabi buta, mereka saling mendorong dan mencekik, tak ada yang mau mengalah hingga mereka terguling dan menggelinding hingga ke bibir jurang di bukit itu, jatuh ke dasar jurang di mana bunga bakung tumbuh subur. Kelopak bunga bakung yang putih bersih itu ternoda oleh percikan darah kedua gadis yang tubuhnya remuk dan mati bersama.

Waktu bergulir dengan cepat, hari berganti jadi bulan, dan bulan berganti jadi tahun. Kisah masa lalu yang tragis itu kini hampir terlupakan, hanya satu bukti yang tersisa untuk mengenang mereka, bunga berdarah. Bunga bakung berwarna senja yang kelopaknya akan tampak seperti mengalirkan darah bila disorot matahari sore hari, di mana lembayung mewarnai langit.

 

Tamat

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT