BUNGA BERDARAH (1)

Lian 30 September 2021 19:14:07 WIB

Beberapa dekade lalu sebelum masa perang berlangsung ada dua bersaudara yang tinggal di sebuah gubuk kecil di atas bukit, lumayan jauh dari pemukiman warga. Sukesih dan adiknya, Ayunimas. Kedua gadis itu telah ditinggal mati ibunya, sedangkan sang ayah tak tahu rimbanya.

Kakak beradik itu bertahan hidup dengan bertani sayuran dan bunga, hasil panen akan mereka jual ke pasar di kampung terdekat untuk ditukar dengan keperluan sehari-hari seperti beras, lauk atau pakaian.

Sukesih dan Ayunimas terkenal dengan kecantikan dan tutur bahasanya yang halus, mereka memiliki banyak kenalan meski tidak tinggal di pemukiman seperti yang lainnya. Tak jarang beberapa kenalan mereka bertamu ke gubuk kecil yang mereka tinggali, sekedar silaturahmi atau membeli hasil panel dari ladang Sukesih dan Ayunimas.

Sukesih sangat dekat dengan Warti, anak penjual sayur yang sering mengambil daganan dari kebun Sukesih. Hampir setiap hari Warti mampir ke gubuk Sukesih dan Ayunimas saat ia mencari kayu bakar di pinggir hutan, kadang ia membantu Sukesih menyiangi rumput atau menyiram ladang bunga Ayunimas. 

"Mbakyu, apa uwak tidak menanyaimu kalo selalu pulang larut tiap mencari kayu bakar?" Ayunimas menyodorkan air minum dalam bumbung kepada Watri yang sedang berteduh di bawah pohon.

"Bapak sudah tau kalo aku sering bantuin kalian, jadi tidak masalah yang penting kerjaanku beres." Warti menenggak air dari bumbung yang diberikan Ayunimas padanya, rasa segar membuatnya kembali sejuk.

"Tapi kami tidak enak sama uwak kalo kamu keseringan bantu kami di sini, kan kamu harus bantu uwak jualan juga." Sukesih yang baru selesai berladang duduk di dekat Warti dan melepas capingnya.

"Kalian tenang saja, malahan bapak yang menyuruh aku bantuin kalian." Warti tersenyum menanggapi kecanggungan Sukesih dan Ayunimas. "Mm, sebenarnya aku ingin berbagi kabar dengan kalian … aku dijodohkan dengan Kang Jaka. Kalian tau kan kalo aku sudah lama menyukainya?" lanjutnya malu-malu.

Suasana menjadi aneh, baik Sukesih atau Ayunimas hanya diam. Warti yang mendapati gelagat aneh kedua sahabatnya itu bertanya dengan heran, "Ada apa dengan kalian berdua?"

"Ti-tidak ada." Sukesih gelagapan. "Apa … apa kamu sudah ditemukan dengan Kang Jaka? Apa dia memang mau?" Sukesih bertanya dengan hati-hati, keringat dingin sudah membasahi punggungnya, sedangkan Ayunimas memandang keduanya dengan harap-harap cemas.

"Belum, bapak hanya mengatakan kalo kami akan dijodohkan. Tapi aku harap Kang Jaka mau, karena aku benar-benar menyukainya." Warti menerawang ke langit yang diwarnai mendung dengan senyum tersemat di bibirnya. Warti benar-benar berharap ia dapat disatukan dengan Jaka dalam ikatan pernikahan. Sejak kecil perhatiannya terpusat pada Jaka yang baik dan ramah pada siapa pun. Wanita mana yang tidak akan menyukai pemuda yang berlaku lembut dan perhatian padanya? Banyak gadis yang berharap menjadi pendamping Jaka yang seperti itu, termasuk Warti.

Angin dingin membawa rasa cemas yang semakin menusuk Sukesih. Sudah dua hari ini Ayunimas melihat kakak perempuannya terus melamun, ia tak tega melihat Sukesih seperti orang kehilangan tujuan seperti ini dan memutuskan turun bukit dan menemui Jaka.

"Kang Jaka, kenapa Akang tidak jujur saja kalo selama ini Akang sama Mbakyu Esih menjalin hubungan? Kalo Akang berani terbuka semua tidak akan begini." Ayunimas menatap tajam Jaka yang baru selesai membajak sawahnya. Ini kali pertama Jaka melihat gadis itu bernada tinggi.

"Apa maksudmu, Nimas? Akang tidak mengerti, dan bukannya Akang menyembunyikannya, tapi Akang mencari waktu yang tepat untuk memberi tau orang tua Akang." Jaka mencoba meluruskan maksud hati dari angan-angannya.

"Sampai kapan? Sampai Akang menikah dengan Mbakyu Warti?" Ayunimas tak bisa membendung amarahnya pada si pemuda, ia hanya ingin menuntut keadilan untuk kakaknya.

"Kenapa jadi bawa-bawa Warti? Tidak ada hubungannya dengan dia." Jaka terpancing, ia tak mengharapkan adik dari kekasihnya itu menuduhnya yang tidak-tidak.

"Asal Akan tau, Mbakyu Warti sedang merasa di awang-awang karena dijodohkan dengan Kang Jaka … tanpa tau dia melukai Mbakyu Esih." Air mata Ayunimas mendesak keluar karena menahan kesal yang bercokol di hatinya. Memukul, mendorong Jaka yang berusaha menenangkannya.

"Tenanglah, aku akan bicara dengan orang tuaku dan Warti kalo aku sudah punya wanita yang akan aku nikahi." Jaka memeluk Ayunimas untuk menenangkannya, tak tau ada sepasang mata yang menatap mereka penuh kebencian.

Jaka mengantar Ayunimas yang masih menangis ke gubuknya, bertemu Sukesih yang terkejut dengan kehadiran Jaka dan lari untuk menghindari pemuda itu. Jaka mengejarnya hingga ke ladang bunga, menangkap pergelangan tangan gadis itu dan menariknya. Jaka mencoba menenangkan Sukesih dan menceritakan semuanya mulai dari kemarahan Ayunimas hingga ke rencananya untuk mengungkap hubungan mereka. Sukesih menangis dalam pelukan sang kekasih, ia tak berdaya berada di antara kekasihnya atau sahabatnya. Gadis malang yang selalu kehilangan itu hanya bisa bergantung pada sang nasib yang akan membawanya entah ke mana.

Hari menjelang malam, Jaka membawa Sukesih pulang namun gubuk tempat tinggalnya masih gelap. Tak ada obor atau dian yang menyala, padahal adiknya jelas sudah di rumah.

"A-Ayunimas? Tidak!" Sukesih terjatuh ke lantai tanah gubuk, menatap adiknya terbujur kaku dengan lidah terjulur. Remang cahaya senja seakan menyorot pemandangan menakutkan itu.

Jaka memeriksa kondisi Ayunimas, gadis itu sudah tak bernapas dan tubuhnya sudah dingin. Sukesih menangis mengetahui adiknya telah meninggalkan dirinya sendiri untuk selamanya.

Selepas kematian adiknya, Sukesih lebih banyak menghabiskan waktu di tempat peristirahatan terakhir adiknya. Ayunimas dibaringkan di ladang bunga yang selama ini ia rawat, tempat kesukaan sang adik. Di sana Sukesih menangisi kepergian adiknya, lupa makan, lupa tidur hingga membuat Warti khawatir.

"Ikhlaskan adikmu, Esih. Biarkan dia istirahat dengan tenang." Warti mencoba menenangkan Sukesih yang terus dirundung duka karena kematian Ayunimas.

Sukesih mengerti bahwa ia harus melepaskan sang adik agar arwah adiknya mendapat ketenngang, perlahan Sukesih belajar mengikhlaskan dan kembali pada aktivitasnya. Berladang dengan dibantu Warti sahabatnya.

 

Bersambung

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT