CERBUNG - MELINTASI JALUR BENANG MERAH
Lian 27 April 2021 05:53:36 WIB
BAB III (3)
“Sebenarnya apa yang Ibu inginkan?” Aldi masih berbaring di ranjang rumah sakit, bedanya sekarang ia telah berada di bangsal kelas satu setelah dua minggu lalu ibunya datang bersama Lucy dan membuat keributan dengan mempermalukan Santi sebelum kemudian mengusirnya.
“Loh, Ibu hanya ingin yang terbaik untuk anak Ibu. Kenapa kamu bertanya seperti itu, seakan Ibu menjerumuskan kamu ke jalan yang sesat?” Tangan Ike yang sedang memegang sendok hendak menyuapi Aldi berhenti sejenak saat mendengar pertanyaan yang terkesan menuduh. Ia bertukar pandang dengan putranya yang memiliki tatapan tajam, tak tergoyahkan.
“Ibu itu keterlaluan. Mbak Santi itu menolong Aldi, merawat Aldi, bahkan dia meninggalkan pekerjaannya hanya untuk mengurus orang yang tak dia kenal. Tapi Ibu memperlakukannya seperti sampah.” Emosi bergejolak dalam nada suara Aldi, berusaha ia tekan namun dinding kesabarannya tak mampu bertahan. Wajahnya merah, urat di bawah kulitnya menyembul saat ia mencengkeram selimut sebagai upaya agar ia tak memukul orang untuk melampiaskan kekesalannya.
“Kita tak tahu apa tujuan perempuan itu yang sebenarnya, bisa jadi dia cuma pura-pura baik, tapi sebenarnya mata duitan seperti perempuan-perempuan yang mendekati kamu selama ini.” Denting sendok dan piring beradu, nyaring terdengar ketika Ike meletakkannya dengan kasar di atas nakas.
“Berarti perempuan yang Ibu maksud itu termasuk Lucy juga?!” Aldi memang paling bisa memutar balikkan perkataan ibunya. Bermodal tidak suka dengan Lucy, Aldi selalu menyinggung dan mengaitkan ucapan Ike dengan menjatuhkan Lucy, dalam konteks apa pun.
“Eh, kalau dia berbeda. Dia dari keluarga terhormat, Aldi … anak dari teman bapak kamu. Bukan perempuan yang tidak jelas asal-usulnya seperti siapa kemarin itu?” Seperti ini, Ike sangat idealis dengan pendapatnya. Berputar-putar dengan dirinya sebagai poros hingga tak mampu melihat dari sudut pandang orang lain.
“Perempuan yang Ibu maksud tidak jelas itu adalah orang asing yang bersedia menolong Aldi, tanpa memandang siapa dan bagaimana Aldi yang sesungguhnya di saat Ibu entah di mana … bersama bapak yang tak pernah peduli dengan hidup dan mati anaknya sendiri.” Aldi kesal karena ibunya datang terlambat, bahkan seperti tak peduli dengan kondisi Aldi. Hanya uang yang ada dalam pikiran kedua orang tuanya. Aldi tak munafik kalau dia suka dengan uang, tapi ada yang lebih dia inginkan daripada hanya menjadi boneka yang diatur ke sana kemari menurut kehendak orang tua.
Berasambung
Formulir Penulisan Komentar
Pencarian
Komentar Terkini
Statistik Kunjungan
Hari ini | |
Kemarin | |
Pengunjung |
- PEMBUKAAN PERKEMAHAN AKHIR INKUBASI SAKA WIRAUSAHA DI BALAI BUDAYA PUTAT
- Pertemuan Desa Prima Edisi November di Kopi Putat
- PELANTIKAN KPPS KALURAHAN PUTAT
- PELATIHAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER UNTUK KADER POSYANDU
- APEL PAGI PAMONG KALURAHAN PUTAT
- Kunjungan Study Tiru Desa Prima Sendangsari ke Desa Prima Gumregah
- PEMERINTAH KALURAHAN PUTAT KOORDINASI PROGRAM KETAHANAN PANGAN DENGAN PENGGARAP LAHAN