RI KASUS COVID-19 TERBANYAK DI ASEAN, LALU BAGAIMANA?

20 Juni 2020 14:21:14 WIB

Jakarta, CNBC Indonesia Bursa saham nasional tergelincir ke zona merah pada perdagangan Kamis (18/6/2020) karena investor lokal keder melihat data Covid-19, meski asing bergairah. Di transaksi akhir pekan, pemodal bakal cenderung berkonsolidasi menunggu perkembangan penanganan pandemi di dalam negeri, sembari mengintip arah angin global.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup anjlok 1,25% ke level 4.925,24. Koreksi masif terjadi di 10 menit terakhir perdagangan, terutama menimpa PT Bank Central Asia Tbk. Saham berkode BBCA ini anjlok 2,36% ke harga 27,925% menyumbang koreksi IHSG 12,2 poin.

Ada kombinasi dua sentimen buruk dari dalam negeri yang kemarin mengaburkan sentimen positif penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).

Pertama, daya saing Indonesia menurut Institute for Management Development (IMD) merosot 8 peringkat menjadi ranking 40 dari 63 negara. Tahun lalu, Indonesia menduduki peringkat ke-32. Kedua, Indonesia kemarin mengalahkan Singapura, menjadi negara dengan jumlah pasien Covid-19 terbanyak di Asia Tenggara, yakni sebanyak 41.431 orang.

Dari sisi fatalitas, tingkat kematian Indonesia di angka tertinggi dengan 2.276 korban jiwa atau 5,5%. Singapura yang berada di posisi kedua mencatatkan 26 kematian, dengan rasio kematian 0,1% dari total 41.216 kasus.

Padahal, investor asing aslinya merespon positif kebijakan BI dengan masuk ke pasar Indonesia meski secara teoritis penurunan suku bunga mempertipis selisih (spread) imbal hasil (yield) aset investasi Indonesia dibandingkan dengan negara lain.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI kemarin memutuskan menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi sebesar 4,25%. Ini sesuai dengan ekspektasi pasar dalam polling CNBC Indonesia. Investor bereaksi dengan masuk ke aset investasi nasional, sehingga rupiah kemarin ditutup menguat 0,11% menjadi Rp 14.010 per dolar Amerika Serikat (AS).

Di bursa saham, investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) tipis sebanyak Rp 26 miliar, dari total transaksi Rp 7,3 triliun. Saham yang mereka borong adalah PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM) dengan beli bersih sebesar Rp 229 miliar, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Rp 23,25 miliar), dan PT Bank Mandiri Tbk (Rp 20,54 miliar).

Hal yang sama terjadi di pasar obligasi. Data Refinitiv menunjukkan kenaikan harga empat seri Surat Utang Negara (SUN) yang menjadi acuan (benchmark). Keempat seri tersebut adalah FR0081 (tenor 5 tahun), FR0082 (10 tahun), FR0080 (25 tahun) dan FR0083 (tenor 20 tahun).

Seri acuan yang paling menguat adalah FR0081 dengan penurunan imbal hasil (yield) sebesar 4,8 basis poin (bps) menjadi 6,757%. Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka yield turun. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup variatif pada Kamis (18/6/2020), karena investor cemas melihat gejala gelombang kedua virus corona di tengah data pengangguran yang mengecewakan.

Indeks Dow Jones Industrial Average melemah 39,51 poin (-0,2%) ke 26.080,1. Namun, indeks S&P 500 menguat 0,1% ke 3.115,34 sedangkan Nasdaq naik 0,3% ke 9.943,05. Saham Facebook, Amazon, dan Netflix kompak menguat menjadi pendorong reli Nasdaq. Sebaliknya, saham penerbangan menjadi pemberat bursa secara keseluruhan.

Klaim pengangguran mingguan untuk pekan lalu tercatat sebanyak 1,51 juta, atau lebih buruk dari proyeksi ekonom dalam polling Dow Jones sebanyak 1,3 juta orang.

"Sementara klaim baru telah menurun dalam 11 pekan setelah lompatan tertinggi pada Maret lalu, pekan ini kita melihat laju penurunan paling pelan secara persentase sejak awal April, sehingga kita akan lihat bagaimana ini akan berujung," tutur Peter Boockvar, Kepala Investasi Bleakley Advisory Group, dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.

Beberapa negara bagian di AS mencatatkan kenaikan angka pasien yang terinfeksi virus corona. Arizona mencatatkan angka tertinggi baru, sedangkan Texas melihat lonjakan kasus baru sebanyak 11% dalam sehari pada Rabu kemarin.

Di China, kenaikan jumlah infeksi baru memaksa Beijing membatalkan penerbangan, menutup sekolah, dan mengkarantina beberapa distrik. Namun demikian, sumber otoritatif di China menyatakan bahwa penyebaran virus Covid-19 di Beijing sudah terkendali.

"Ketakutan atas tingkat infeksi menyusul pembukaan kembali beberapa negara bagian di AS dan di negara lain bisa dimengerti," tutur CEO Markfield Asset Management Michael Shaoul dalam laporan risetnya, sebagaimana dikutip CNBC International.

Sepanjang pekan berjalan, indeks Dow Jones lompat 1,9%, S&P 500 menguat 2,4%, sementara indeks Nasdaq melesat lebih dari 3%.

Sampai dengan Kamis, jumlah saudara kita yang terinfeksi virus Corona (strain terbaru) telah mencapai 42.762 orang, atau bertambah 1.331 orang hanya dalam sehari. Bursa saham pun terpelanting.

Bagaimana tidak? Beberapa kota telah berencana menormalkan kembali perekonomian, seperti Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta yang memberlakukan masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan menargetkan mulai beraktivitas normal bulan depan.

Juru Bicara Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menyebutkan Jawa Timur (Jatim) masih menjadi provinsi dengan penambahan pasien Covid-19 tertinggi secara nasional. Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan, penambahan pasien di Jatim tercatat 384 orang sehingga totalnya 8.917 orang.

Penambahan terbanyak kedua di DKI Jakarta sebanyak 173 orang sehingga totalnya 9.516 orang. Bahkan, jumlah total kasus di Jawa Timur hampir menyamai DKI Jakarta yang saat ini menjadi episentrum Covid-19 di Indonesia. "Data ini merupakan gambaran yang masih kita yakini penularan kasus masih terjadi," kata Yurianto, Kamis (18/06/2020).

Jika penyebaran terus terjadi sementara aktivitas perekonomian dijalankan secara normal, maka kekhawatiran terjadinya gelombang kedua penularan virus pun muncul kembali. Belajar dari sejarah, pandemi Flu Spanyol pada 1918 justru memicu kematian yang terbesar pada gelombang kedua yakni pada Oktober-Desember 1918.

Di tengah situasi demikian, maka pelaku pasar hanya berharap pandemi ini akan tertangani (dan tak lagi memukul perekonomian) dengan adanya vaksin serta terapi yang efektif. Apalagi, penelitian terbaru dalam jurnal Nature Medicine menyebutkan bahwa antibodi manusia hanya bisa bertahan 2-3 bulan untuk secara alami melawan Covid-19.

Pasar bakal menunggu terobosan terbaru pemerintah untuk mencegah kemerosotan ekonomi dari kebijakan penanganan pandemi. Akankah Dexamethasone, obat yang menurut studi Universitas Oxford efektif menekan kematian pasien kritis hingga 30% itu, diborong? Atau bernasib sama seperti klorokuin yang terbukti tak efektif melawan Covid-19?

Lalu apakah Lembaga Eijkman yang tengah meneliti dan mendesain vaksin anti-corona menunjukkan perkembangan berarti? Pertanyaan tersebut bakal menghantui benak pemodal, sementara mereka menanti perkembangan positif dari bursa global untuk kembali mengambil posisi 'beli'.

 

sumber: https://www.cnbcindonesia.com/market/20200618205654-17-166436/ri-kasus-covid-19-terbanyak-di-asean-lalu-bagaimana/1

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT