CERBUNG - INDIGO

Lian 09 Maret 2020 09:45:04 WIB

APA YANG KAU TAHU? (10)

 

Lily Pov

Di kamar Lestari suasana sudah tak kondusif. Jerit tangis mendominasi ruangan yang redup itu. Bau anyir menguar, menusuk indera pembau orang-orang dalam ruangan. Pencahayaan yang minim membatasi pandangan, membuat aku menajamkan pengelihtanku. Cahaya berwarna kuning dari bolam yang telah usang membuatku dapat melihat dengan samar genangan darah di lantai tempat Lestari terduduk. Rasa mual kembali datang, susah payah aku menahannya tapi mataku tetap tak dapat teralihkan dari darah yang terus merembes.

Aku melihat bunda membantu Lestari, ia memberi beberapa instruksi pada sosok yang sedang tergolek di lantai yang dingin. “Tari, ambil napas yang panjang Nak! Ambil napas dalam-dalam lalu tahan sambil mengejan!” bunda berusaha sebisa mungkin membuat Lestari tetap sadar, akan berbahaya bagi bayinya bila si ibu kehabisan tenaga sebelum jabang bayi lahir.

“Sakit, Bu—!!" teriak Lestari yang tak dapat menahan rasa sakitnya lagi membuat bunda memaksa kedua kaki Lestari untuk melebar. Asumsiku mengatakan bahwa bunda sengaja melakukan itu untuk mempermudah jabang bayinya keluar.

"Jangan menyerah Nak, bayinya sebentar lagi keluar. Kepalanya sudah kelihatan," ujar bunda yang masih sibuk mengurus bagian bawah Lestari. "Ayo tarik napas sekali lagi dan mengejanlah sekuat tenaga!" bunda kembali memberi arahan pada Lestari. Bunda cukup hati-hati dalam menangani proses persalinan Lestari, bunda pernah mengatakan padaku kalau pengalaman melahirkan yang pertama kali itu cukup sulit.

Aku bertambah cemas kala darah semakin deras merembes. Cairan kental berwarna merah pekat itu mengalir bersamaan dengan bayi yang baru saja dilahirkan Lestari. Ini sudah tergolong tidak wajar. Ini terlalu banyak darah yang keluar. Aku panik. Aku tak terbiasa melihat darah, apalagi yang sebanyak ini.

“Bunda, ini terlalu banyak. Darahnya tidak berhenti mengalir,” mataku sudah tak fokus. Keringat dingin mulai bercucuran. Aku takut dengan darah. Napasku mulai sesak hingga bunda mengguncang tubuhku.

“Lily, Kuatkan dirimu! Kita harus mengurus Lestari dan bayinya,” tegas bunda padaku. Aku memperhatikan bunda yang berusaha membalut tubuh bayi merah yang bahkan tak menangis walau merasakan hawa dingin dengan kain agar ia merasa labih hangat. Bunda berusaha memindahkannya kesebelah Lestari yang lebih kering tapi sepertinya tak berharil karena tali pusarnya belum dipotong.

“Bunda, apa tali pusarnya tidak dipotong dulu?” tanyaku setelah aku mendapatkan sedikit ketenanganku.

“Tentu saja dipotong… tapi bunda tidak berani,” jawab bunda lirih, tangannya masih memeluk bayi yang sudah dibalut kain.

“Lalu bagaimana dengan Lestari? Kesadarannya hampir hilang, dia kehilangan banyak darah,” aku mengalihkan pandanganku paga Lestari yang semakin pucat.

“Kamu bisa ‘melakukannya’? Sekedar untuk pertolongan pertama… pendarahannya harus dihentikan,” bunda menatapku dengan penuh arti. Aku mengerti apa maksud bunda tapi aku tak yakin, aku belum pernah melakukannya.

“Aku tak yakin, Bun… aku belum pernah melakukan yang seperti itu,” jawabku jujur, suaraku memelan diakhir kalimat.

“Kamu harus mencoba… lakukan sesuatu sebelum terlambat. Tak ada yang bisa membantu saat ini, kamu pasti bisa mengatasinya,” kata bunda meyakinkanku. Benar kata bunda, bila tak ada yang menolongnya sekarang maka Lestari akan berada dalam bahaya.

“A—akan Lily coba, Bun. Tapi ini akan sulit,” ujarku mengumpulkan sisa-sisa keberanianku yang sempat menguap.

 

Bersambung...

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT