CERBUNG - STAY WITH YOU

Lian 28 Januari 2020 12:31:35 WIB

22. Navy

 

Navita Rahayu, itulah namaku. Aku punya teman masa kecil yang seumuran denganku. Sebenarnya aku enam bulan lebih tua darinya, tapi karena rumah kami bersebelahan kami selalu main bersama, masuk TK pun sama-sama. Terkadang aku dititipkan di rumah keluarganya karena orang tuaku sering pergi keluar kota untuk urusan bisnis, tak heran kalau kami jadi akrab seperti sekarang. Ya, nama temanku itu adalah Ardinta Putri Maulia.

Ardinta sudah aku anggap adikku sendiri, karena kami sama-sama anak tunggal makanya kami tahu perasaan satu sama lain. Karena kami ada dalam posisi dan keadaan yang sama, kami jadi tahu rasa kesepian kami saat ditinggal sendirian oleh orang tua kami. Tapi asal tahu saja, tak satu pun dari kami yang menyalahkan merka mengenai hal itu. Tentu saja karena orang tua kami telah bekerja keras sampai saat ini untuk kami juga.

Saking akrabnya, tak ada satu rahasia pun yang kami sembunyikan dari yang lain. Tapi aku sempat merasa kecewa, beberapa bulan yang lalu aku memperhatikan perilaku Ardinta menjadi aneh. Saat itu aku menduga kalau dia sedang menyembunyikan sesuatu.

“Ahh ternyata dugaanku benar, dia menyembunyikan sesuatu,” pikirku saat Dinta menceritakan semua mengenai kondisinya, tentang penyakitnya yang tak bisa disembuhkan itu. Tubuhku terasa bergetar, gemetar. Mulutku terkunci rapat. Tak sepatah katapun yang bisa terucap dari mulutku. Sentak udara dingin menusuk sampai sum-sum tulangku.

Aku melihatnya mulai meneteskan air mata. Aku tahu saat ini dia pasti sangat ketakutan menghadapi masa depannya yang telah sangat jelas itu. Kematian yang menantinya. Saat itu aku bertanya mengenai cara untuk menyembuhkannya, tapi cara itu sangat beresiko. Jika tak beruntung, jangka hidupnya akan semakin singkat.

Dari sorot matanya aku melihat bahwa dia siap mengambil resiko itu. Aku tahu, dalam pikirannya dia berpikir untuk mengambil jalan operasi untuk menyembuhkan penyakitnya walau itu sangat beresiko dan tak ada jaminan akan sembuh total. Karena Dinta memang orang seperti itu. Walau dia sedang gemetar sekalipun, dia akan melakukan sesuatu untuk merubah keadaannya. Dia pernah bilang, “berdiam diri saja tak akan merubah sesuatu. Tapi jika ada kesempatan walau itu akan membuat keadaan lebih kacau, aku akan mengambil kesempatan itu.”

Saat ini Ardinta sedang berjuang mengenai hidup dan mati di atas meja operasi yang dingin itu. Aku bersama kedua orang tua Dinta yang menunggu di depan ruang operasi sanga cemas. Aku lihat om yang mondar-mandir karena saking gugupnya. Tante saat ini hanya duduk lemas sambil menahan tangisnya. Tak heran mereka seperti itu, karena anak mereka satu-satunya sedang berjuang hidup dan mati. “Ahh, kuharap operasinya berjalan lancar,” gumamku lirih.

Saat aku terus mengucapkan kata itu dalam hati, tiba-tiba aku melihat dokter yang bertanggung jawab atas operasi itu keluar dari ruang operasi. Saat melihatnya keluar masing-masing dari kami memiliki firasat tidak enak. Dan benar, dokter meminta kami untuk tetap tegar dan tenang. Perasaan cemas dan takutku berkecamuk  mencoba menguasaiku. Pikiranku yang campur aduk, membuatku jadi mual.

“Operasi telah berjalan lancar, tapi karena denyut jantung putri Anda sangat lemah dan belum sadarkan diri. Saat ini kami akan memindahkannya ke ICU agar bisa melakukan perawatan lebih intensif. Sekarang, semua tergantung tekad putri Anda  untuk tetap bertahan hidup,” kata-kata dokter yang ada tepat di depan kami ini sentak membuat kami merasakan hawa dingin di sekjur tubuh kami.

***

 

Bersambung....

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT