CERBUNG - STAY WITH YOU

Lian 25 Juli 2019 09:17:04 WIB

7. Semakin Rumit

 

Mata terpejam dalam sekejap saja, terlalu lelah dengan semua yang telah terjadi hari ini. Berjalan dengan segala sesuatu yang harusnya aku ungkapkan dengan jujur, namun masih saja aku tak dapat mengatakannya.

Januari yang sangat berat bagiku, bulan ini kulalui dengan berbagai kesibukan setelah ujian semester pertama berlangsung. “Gak libur deh,” gerutuku.

Seluruh pengurus OSIS yang tersisa memang tidak bisa libur pada bulan-bulan ini, kami harus mempersiapkan seleksi untuk Pasukan TONTI (Peleton Inti) yang akan segera dilaksanakan saat semester baru dimulai.

“Sabar, sabar. Tapi kan bisa ketemu aku tiap hari,” goda Ditya seperti biasanya.

“Ya ya ya, kita harus berkerja keras karena pengurus OSIS dari Kelas XI sedang JAMBORE sekarang ini,” jawabku kesal.

“Ayolah, kan masih ada aku. Semangat dong.”

“Karena ada kamu makanya aku jadi gak semangat,” sergahku.

“Jangan gitu dong. Harusnya kan senang kita bisa ketemu tiap hari.”

“Aku kan emang gak senang. Terus mau gimana lagi coba?”

Percakapan dengan Ditya berlanjut hampir sepanjang kami mengerjakan persiapan-persiapan seleksi Pasukan TONTI. Candaan, tawa dan kejahilan kami bersama teman-teman membuat rasa lelah dan kesal karena tak dapat liburan tidak kami rasakan lagi. Dan waktu terasa berlalu dengan cepat jika kami mengerjakan pekerjaan kami bersama-sama.

Pak Graha sebagai Guru Fisika sekaligus Pembina OSIS pun mulai berkata pada Pengurus OSIS yang hadir, bahwa Pengurus OSIS harus dapat masuk Pasukan TONTI agar image pengurus semakin bagus.

* * *

Siang itu begitu terik pada akhir Januari. Hari Jumat, yang artinya kami melakukan kegiatan Pramuka seperti biasanya. Bagi seluruh siswa Kelas X merupakan kesempatan bagus untuk membuktikan mereka bisa menjadi Pasukan TONTI.

Kami diseleksi oleh Pasukan Khusus yang merupakan anggota TNI. Satu persatu dari kami terpilih, hingga sampai giliranku yang terpilih berikutnya. Namun setelah beberapa kali kami diseleksi, Ditya selaku Pengurus OSIS belum juga terpilih. Rasa cemas mulai aku rasakan. “Dia harus terpilih, supaya waktu kami bersama semakin panjang. Karena saat berlatih kami bisa selalu ngubrol, melihat senyumnya, mendengar suaranya dan aku bisa selalu mengamatinya setiap saat,” pikirku.

“Kenapa Din?” tanya Navy dengan heran saat melihat wajahku yang mulai nampak mengekspresikan rasa cemas.

“Gak ada apa-apa kok,” jawabku dengan gelisah.

“Tenang aja, Ditya baru aja lolos seleksi tuh.”

“Ah? Apa?” Tanyaku terkejut. Benar, ternyata disaat terakhir dia berhasil lolos. Melegakan.

* * *

Hari dimana kami bekerjasama pun semakin sering. Aku semakin suka dengan Ditya, karena kami yang selalu bersama. Dimanapun, kapanpun, saat apapun. Tak ada lagi yang bisa aku sembunyikan dari dirinya, ataupun dari semua orang.

Perasaan yang seharusnya tidak kubiarkan berkembang sejauh ini. Semakin dalam, dalam dan dalam. Bahkan mungkin aku bisa sampai melanggar janjiku pada ayah. Mungkin aku terlalu takut untuk mengakui perasaan ini. Didikan orang tuaku yang keras malah membuatku tak bernyali untuk mengambil keputusan.

“Tuhan apa lagi sekarang? Aku tak sanggup lagi menolaknya. Aku harus seperti apa? Bahkan hari-hariku terasa sangat panjang dan semakin panjang dengan semua pikiran yang berkecamuk di otakku. Tentang ayah, tentang Ditya maupun tentang perasaanku sendiri.”

Setiap saat aku mengeluh, dan selalu keluhan yang sama. Jika bisa aku ingin keluar dari kehidupanku ini. Meninggalkan semuanya. Tinggalkan segala pikiran yang menyebalkan tentang janji ataupun rasa suka.

 

Bersambung....

 

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT