TIDAK RAIH NOMOR, KONTINGEN PRANATACARA KECAMATAN PATUK LEGAWA

02 Agustus 2018 02:17:33 WIB

Putat (SIDA)- Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul menyelenggarakan Tetandhingan Pranatacara pada hari Selasa-Rabu tanggal 24-25 Juli 2018 di Bangsal Sewokoprojo Gunungkidul. Lomba tersebut ditujukan bagi kontingen kecamatan di wilayah Gunungkidul dengan mewakilkan empat orang dalam setiap kontingen. Empat orang tersebut menjadi satu kesatuan dengan kategori Pranatacara, Pambagyaharja, Pasrah dan Panampi.

Dari 18 Kecamatan di Gunungkidul hanya ada 10 Kecamatan yang berpartisipasi dalam lomba tersebut. Meski awalnya ada 15 Kecamatan yang telah mendaftarkan diri, namun pada saat pelaksanaan hanya dihadiri oleh 10 kontingen.

Kecamatan Patuk sendiri turut berpartisipasi dalam lomba tersebut meskipun tidak berhasil meraih nomor. Kontingen Kecamatan Patuk bermaterikan orang-orang yang terbilang sudah terbiasa dengan dunia pranatacara manten, bahkan pranatacara dari Kecamatan Patuk merupakan seorang seniman dan MC yang sudah malang melintang di dunia Campursari di Gunungkidul dan sekitarnya. Dialah Kus Kusbianto, MC Campursari dari Desa Bunder Kecamatan Patuk.

Selain Kus, kontingen Patuk yang lainnya adalah Mugimin, Ismadi dan Juni Putra Nugraha yang ketiganya merupakan warga Desa Putat Kecamatan Patuk. Mereka dipilih oleh Kemiran selaku Ketua Dewan Kebudayaan Kecamatan Patuk karena dianggap sudah terbiasa dengan dunia pranatacara manten. Meski demikian hasil berbicara lain, Kecamatan Patuk tak meraih nomor.

Dengan hasil tersebut kontingen Kecamatan Patuk menerima dengan legawa. Hal itu mereka sadari bahwa dengan minimnya persiapan bahkan juga minim perhatian dari pihak kecamatan. Mereka juga berharap, perlombaan ini bukan semata untuk unjuk kemampuan namun ini menjadi rambu-rambu bahwa kemampuan berbahasa jawa dengan baik di wilayah Kecamatan Patuk semakin berkurang.

“Kami memang sudah terbiasa dengan acara manten, tapi faktanya masih banyak kesalahan yang kita lakukan seperti penggunaan kata yang rancu, salah penempatan kata serta cara berpakaian yang baik dan benar sesuai dengan pakemnya. Dan itu hampir terjadi di semua kontingen yang hadir.” Papar Kus.

Senada denan Kus, Ismadi juga menyampaikan bahwa kemampuan dan kebiasaan menjadi pranatacara manten akan berubah ketika berhadapan dengan dewan juri. Mental sangat berperan dalam hal tersebut. Bukan karena takut keliru dalam penggunaan bahasa namun lebih kepada beban dalam membawa nama kecamatan yang diwakilinya.

Juni pun angkat bicara terkait minimnya peserta yang mengikuti lomba tersebut. Juni juga merasa sedikit kecewa tatkala pihak kecamatan yang diwakili justru tidak ada yang ngaruhke bahkan sekedar untuk menyapa melalui pesawat telephone.

“Kami mewakili Kecamatan tapi kami hanya berempat saja tanpa ada yang mendampingi. Kontingen lain pasti ada yang mendampingi meski mungkin hanya 1 orang, bahkan ada yang Camatnya hadir di sini.” Ungkap Juni.

Juni juga menilai bahwa sudah saatnya bahasa jawa kembali ditekankan di tengah kehidupan masyarakat desa. Hal ini terlihat dari sulitnya mencari peserta lomba yang ditentukan dengan batasan usia maksimal 45 tahun. Selain itu, juga Juni mengamati dari lingkungan sekitar yang kebanyakan anak-anak kecil tidak dilatih untuk berbicara dengan bahasa jawa namun malah dengan Bahasa Indonesia bahkan ada beberapa dengan Bahasa Inggris. Hal ini tidak boleh dipandang sebelah mata, karena jika terlanjur tanpa ada pelestarian bahasa jawa maka suatu saat apa yang dikatakan nenek moyang akan terjadi yaitu Wong Jawa Ilang Jawane.

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

PELADI MAKARTI

PENDATAAN PELAKU USAHA/ UMKM DI KALURAHAN PUTAT